Thursday, December 6, 2012
Sunday, November 25, 2012
Hidup jadi Kosong tanpa Allah
(Mazmur 127:1-2)
Melalui
Mazmur 127:1-2 ini kita diingatkan agar hidup kita bergantung sepenuhnya kepada
Tuhan. Kebutuhan kita yang paling besar yaitu sandang, pangan dan papan adalah
pemberian dari Tuhan. Tanpa kehadiran Tuhan di dalam hidup kita, maka segala
usaha kita menjadi sia-sia. Kata sia-sia ini bukan berarti apa yang kita
usahakan itu tidak akan berhasil atau gagal, melainkan kosong atau tanpa makna
atau tanpa tujuan.
Ada
3 hal yang akan terjadi bila hidup kita bergantung kepada Tuhan melalui ayat
ini :
1.
Kita
akan memiliki sebuah keluarga yang harmonis. Membangun rumah di sini
dapat diartikan membangun sebuah keluarga, perlu hikmat dari Tuhan yang bersumber
dari FirmanNya. Bila masing-masing anggota keluarga melakukan Firman Tuhan dari
Kolose 3:18-21 maka akan timbul kasih di antara anggota keluarga, kerukunan dan
keharmonisan tetapi bila masing-masing anggota bersikap egois maka yang terjadi
adalah perpecahan.
2.
Kita
akan memiliki hati yang tentram. Bila
masalah datang sering membuat hati kita sedih, kacau dan tidak nyaman, kita
membutuhkan seorang yang kuat untuk mengatasi masalah kita ini. Datanglah
kepada Tuhan dan milikilah persekutuan dengan Nya, maka Tuhanlah yang akan
melindungi kita dan yang akan menolong kita sehingga masalah-masalah itu akan
diselesaikan oleh Tuhan. Tetapi apa yang akan terjadi bila kita berusaha
mengatasi masalah dengan kekuatan diri sendiri? Kekuatan kita sangat terbatas
dan bila kita mengandalkan orang lain, mereka juga terbatas sehingga kita
akhirnya kecewa.
3.
Kita
akan memiliki berkat yang berkelimpahan. Untuk memenuhi kebutuhan
kita sehari-hari, kita harus bekerja sebaikmungkin. Bila kita mengandalkan Tuhan dalam memenuhi
kebutuhan hidup kita, maka Tuhan akan membuat kita berhasil (Mazmur 1:2-3), bila
kita sadar bahwa kita adalah anak Allah maka kita akan dibuat sadar untuk tidak
kuatir karena Bapa kita tahu apa yang kita butuhkan dan memberikan apa yang
kita minta. Matius 6:32-33, 7:7-8, sedangkan bila kita tidak bergantung pada
Allah, maka kita akan bekerja dengan didampingi rasa kuatir, terikat dengan
setiap masalah pekerjaan itu, sehigga akhirnya kita jadi sulit tidur.
Ketika hidup kita bergantung pada
Allah, kita akan menyaksikan bagaimana Allah menolong kita dengan kuasaNya,
dengan hikmatNya. Peristiwa-peristiwa inilah yang akan membuat hidup kita
bermakna dan berarti, karena pasti kita akan bersaksi kepada orang-orang lain
dan kesaksian kita itu akan menjadi berkat. Amin. (Bp. Agus D.S)
Sunday, November 11, 2012
Keberanian Memperbaiki Yang Salah
(Filemon 1: 8-22)
Surat Filemon adalah satu
surat yang indah sekali. Memang ini adalah satu surat yang sangat pribadi,
tetapi di dalam surat ini kita menemukan bagaimana orang-orang yang tadinya
tidak berguna, orang-orang yang melakukan perjalanan lembaran hidupnya dengan kesulitan,
dengan kegagalan, dengan torehan tinta yang gelap boleh berubah dan akhirnya
menjadi berguna di masa yang akan datang. Itulah Onesimus.
Surat ini adalah surat
pribadi Paulus untuk mengantar seorang yang bernama Onesimus kembali kepada
tuannya yang bernama Filemon. “Kalau ada utangnya kepadamu, aku Paulus akan membayarnya
kembali…” (ay.18-19) sudah cukup membuat hampir seluruh penafsir setuju bahwa
Onesimus lari dari tuannya yang bernama Filemon, dan bukan saja lari, dia sudah
mencuri uang dari Filemon. Sangat wajar kita katakan dia sudah mencuri uang
Filemon sebab dia lari dari Kolose tempat Filemon tinggal di daerah Asia dan
akhirnya bertemu Paulus di penjara di kota Roma. Tentu untuk lari dan pergi
hingga ke Roma membutuhkan uang dan Onesimus mencuri uang itu dari tuannya.
Onesimus adalah satu nama yang sangat bagus sekali, Onesimus berarti “berguna.”
Dari namanya ini Paulus kemudian menggunakan permainan kata yang bagus ”...dulu
Onesimus tidak berguna namun sekarang dia berguna” (ay.11). Dulu cuma namanya
‘berguna’ tetapi secara karakter dan sifat sudah merugikan Filemon, tetapi
setelah bertobat dan perubahan yang terjadi, dia memulai lembaran hidup baru
dan dia menjadi seorang anak Tuhan yang berguna.
Onesimus pernah gagal di
dalam hidupnya. Onesimus pernah lari dan dia melakukan kesalahan yang besar,
keputusan-keputusan yang salah di dalam hidupnya. Kita tahu sebagai orang
Kristen betapa susahnya kita membuat keputusan hidup yang benar. Tetapi
sekaligus kita tahu terlebih sulit lagi kita memperbaiki kesalahan dari
keputusan yang sudah salah. Bertindaklah secepat mungkin untuk berani memperbaiki
yang salah. Tuhan memberkati Amin
Sunday, October 21, 2012
Providentia Dei
(Mazmur 104:1-35)
Istilah
Providentia Dei sangat erat hubungannya dengan karya Allah dalam menciptakan alam
semesta dan seluruh isinya. Alam semesta yang diciptakan Allah disebut Creatio
ex Nihilo artinya; Allah menciptakan alam semesta dan isinya dari tidak ada
menjadi ada. Menariknya adalah; Allah tidak hanya sekedar mengadakan dan
menciptakan melainkan Allah turut aktif menjaga dan memeliharaan bumi
ciptaan-Nya dan kedaulatan Allah yang menetapkan manusia sebagai rekan sekerjanya
untuk ikut memelihara bumi ini.
Di
dalam Alkitab, terlihat cara Allah memelihara alam semesta ini.
Allah selalu memelihara Adam dan Hawa (Kej. 2: 8, 3:21). Allah
memelihara umat-Nya (Kej.7:1, 12:1-Allah memanggil Abraham), terus berlanjut
pada peristiwa pemeliharaan Allah terhadap keluarga Israel yang menghadapi
ancaman kelaparan melalui Yusuf. Keberpihakan Allah terhadap umat-Nya hingga
mereka bisa keluar dari Mesir menuju tanah perjanjian, bahkan hingga sampai
pada zaman para nabi; Allah terus memelihara umat-Nya. Di dalam PB juga
terlihat bagaimana Allah tetap eksis dan keonsisten memelihara imat dari
orang-orang percaya (Yohanes 10:28, Roma 8:35-39) dsb.
Mazmur
104 adalah refleksi keterkaitan dan saling ketergantungan seluruh ciptaan tak
terkecuali manusia. Pemazmur meyakini bahwa semua dari dan bergantung pada
Tuhan. Semua tatanan yang berlangsung dalam alam semesta ini merupakan wujud
pemeliharaan Tuhan. Maka salah satu cara Allah mewujudkan pemeliharaan-Nya atas
alam semesta adalah melalui manuisa yaitu umat dan anak-anak-Nya yang sudah
diselamatkan-Nya. Mari ikut berpatisipasi dalam memelihara alam
dan lingkungan kita masing-masing sebagai bagian dari penerapan iman
yang Tuhan sudah berikan bagi kita. Tuhan memberkati. Amin
Sunday, October 14, 2012
Panggilan Untuk Menjadi Perabot Yang Mulia
(2 Timotius 2: 20-26)
Dalam 2 Tim.2:20-26 Paulus memberikan panggilan bagi setiap orang Kristen, panggilan untuk menjadi sebuah perabot yang mulia di hadapan Tuhan. “Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia…” (ayat 21). Paulus bicara soal proses yang Tuhan beri kepada hidup kita dengan memberikan prinsip-prinsip yang penting yaitu anda dijadikan sebagai bejana yang dipakai untuk setiap pekerjaan baik dan mulia adanya. Di sinilah Paulus mengharapkan agar setiap kita bisa dipergunakan untuk “pekerjaan yang baik”.
Apakah perkejaan baik itu? Pekerjaan baik tidak harus menjadi seorang pimpinan perusahaan, tidak harus menjadi jutawan, tidak harus menjadi ini dan itu dsb. Jika demikian standarnya maka tidak ada peluang bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang baik; bila tidak menjadi orang kaya harta! Bila tidak bersekolah di universitas terbaik di dunia! Bila tidak mencapai jabatan tinggi! Ternyata bukan itu yang dimaksud dengan “pekerjaan yang baik”.
Maka pekerjaan yang baik itu adalah sebuah sikap, tindakan yang proposional dari setiap orang dan meminimalisir keterlibatan dalam kesalahan dan dosa. Sikap yang proposional adalah sebuah sikap yang pantas dilakukan tidak berlebihan dan juga tidak kekurangan. Seorang pengusaha akan mengerjakan “pekerjaan yang baik” bila ia bertindak adil kepada bawahannya atau kepada semua orang. Seorang ibu rumah tangga akan mengurus keluarganya dengan bijak. Seorang bapak akan mengasihi keluarganya dengan tulus. Seorang anak akan hormat kepada ayah dan ibunya dan juga kepada semua orang. Seorang jemaat akan memberi waktu secara profesional untuk melayani Tuhan. Seorang hamba Tuhan akan melayani Tuhan melalui jemaatnya dengan menjadi sorang gembala yang baik dan bukan upahan. Marilah kita mengerjakan pekerjaan yang baik itu, sebab kita sudah dijadian sebagai perabot yang mulia dalam keluarga Allah. Tuhan memberkati. Amin
Sunday, October 7, 2012
Dikuduskan untuk melayani Tuhan
Yesaya 6:1-8
Teks ini adalah kesaksian Yesaya tentang
penglihatannya akan kukudusan Allah yang menaungi Bait Allah (rumah Tuhan).
Yang menarik dari teks ini adalah kesaksian Yesaya yang menyebutkan
waktu kejadian tetapi tidak langsung menyebutkan tahun yaitu sekitar 742 sm,
tetapi Yesaya sengaja menyebutkan peristiwa besar yang mendahului
penglihatannya, yaitu wafatnya seorang raja dari kerajaan Yehuda yaitu raja
Uzia akibat sakit kusta.
Sepintas kesannya hanya untuk menjelaskan
waktu peristiwa penglihatan itu terjadi. Tetapi ternyata kematian raja Uzia
sangat berkaitan erat dengan penglihatan yang dialami oleh nabi Yesaya. Raja
Uzia dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahnya raja Amazia dalam usia 16
tahun, dan pemerintahannya sangat diberkati oleh Allah. ia menjadi raja yang
besar dan terkenal, ditakuti oleh seluruh kerajaan yang ada pada saat itu,
kerajaan Yehuda di bawah pemerintahan raja Uzia menjadi kerajaan yang sangat
kaya. mereka mempunyai kebun yang luas, ternak yang banyak. Dari segi
pertahanan; raja usia memiliki alusista yang sangat modern pada zaman itu.
Menyadari diberkati oleh Allah begitu luar
biasa, dengan kekayaan dan kejayaan yang tiada bandingnya, membuat raja Uzia
menjadi sombong dan mengabaikan kekudusan Rumah Tuhan dan meremehkan tugas para
imam. Raja Uzia memasuki Bait Allah untuk membakar ukupan yang adalah tugas
imam dan yang berhak membakar ukupan adalah imam dari keturunan Harun.
Kesombongan raja Uzia ini berakibat penyakit kusta yang muncul tiba-tiba ketika
ia sedang di bait Allah. dan penyakit kusta ini juga yang akhirnya membawa
penderitaan yang berujung kematian raja Uzia.
Peristiwa inilah yang melatarbelakangi
penglihatan Yesaya, tentang kekudusan Allah yang menaungi Bait Allah. peristiwa
raja Uzia juga memberikan penjelasan terhadap tindakan Serafim yang mengambil
bara dari mesbah ukupan dan menyentuhkan bara ke mulut Yesaya tanda pengudusan.
karena kekudusan mesbah ukupan itulah yang membuat raja Uzia mendapatkan kutuk
dari Allah. Mesbah ukupan adalah tempat perjumpaan Allah dengan manusia melalui
imam keturunan Harun. jadi mesbah ukupan adalah tempat yang maha kudus bagi
umat.
Saat ini, Mesbah ukupan adalah lambang
perjumpaan kita dengan Allah. Setiap pagi dan sore, di atas mesbah selalu
dibakar ukupan yang mengeluarkan asap yang wangi. Mesbah ukupan kita saat ini
adalah pujian, penyembahan dan kehidupan kita yang kudus dan berkenan kepada
Allah. Apalagi ketika kita datang dalam rumah Tuhan, jagalah kekudusan hidup,
dan naikkan korban pujian yang wangi, karena itulah yang menyenangkan hati
Tuhan. (Oleh: Pdt. Muria Ali, S.Th)
Sunday, September 30, 2012
Berdamai dengan Cerdas: Cerdas atau Bebal?
(Amsal 17: 14-28)
Ayat 14 dan 19 bisa diasumsikan memutar di satu tema: bertengkar. Idenya sederhana: Jangan memulai pertengkaran, nanti imbasnya tak ketulungan. Jangan cari gara-gara deh...! Caranya? Waspadai awal segala yang memungkinkan terjadinya masalah dengan memindai kemungkinan akibat buruk yang menyertainya: “Siapa yang memewahkan pintunya mencari kehancuran.”
Alih-alih waspada, ada lho orang yang memang menyukai pertengkaran,senengane rame-seneng gegeran... Nah bagi pengamsal, orang yang senengane rame-seneng gegeran ternyata bermuara bukan sekedar pada soal selera (seneng), namun pada hal moral: “suka pelanggaran.”
Ayat 15, 20, 23, dan 26 bisa dianggap sebagai nasihat perlunya ketepatan, kepantasan dalam penilaian, pembelaan dan perlakuan terhadap orang. Bila berlawanan, maka ini adalah suatu keserongan, ketidakpasan, ketidaktepatan, keliru: orang fasik (malah) dibenarkan, orang benar dipersalahkan (15); orang benar didenda, orang muliadipukul (26). Amsal membawa pesan untuk mengingatkan bahwasanya ketepatan atau keserongan ini merujuk pada masalah ilahiah: ”kekejian bagi TUHAN.” Di sini kembali terulang penekanan atmosfer batin dari amsal.
Ayat 16, 18, 21, 24, 25 berkisar pada nasib orang yang bebal dan tak berakal budi dan nasib dari orang yang intensif berurusan dengan si bebal tadi. Orang sejenis ini menurut Amsal sekalipun ber-uang toh tak akan dapat membeli kebijaksanaan dengan uangnya (ay 24). Ayat 27 dan 28 menunjukkan gesture dan sikap batin dari orang yang berpengetahuan dan berpengertian, yakni: menahan perkataan dan berkepala dingin. Agaknya penggarisbawahan karakteristik ini dimaksudkan untuk (a) sebagai kontras terhadap si bodoh; dan (b) sebaliknya, dapat menghadirkan terciptanya impresi yang mendatangkan point bagi si bodoh itu. Ayat 17 dan 22. Dalam sekian kumpulan amsal yang bertema gloomy ada juga bagian-bagian yang cerah-hangat; Selain digenangi oleh rujukan tentang “jenis” orang rupanya ada pula amsal yang beratmosfer interior batin.
Mungkin tak ada ruginya berefleksi: Bagaimana hati ayah dan bunda bisa gembira kalau anaknya bebal? Kebodohan naradidik bisa mengeringkan tulang alias mematahkan semangat para pendidik.
Jadi bagaimana? Bukankah yang bodoh dalam hal ini semestinya sadar akan adanya efek psiko-sosial yang dihadirkan oleh kebodohannya bagi pihak-pihak lain yang mencintai dan mengasuh mereka? Ini soal integrasi dari apa yang manusiawi dan ilahi, sekuler dan religius, yang personal dan sosial, soal diri sendiri dan sekaligus soal dunia ini, ini juga soal relasi pikiran dan perasaan (hati gembira, hati sedih). Amin. (oleh Bp. Eddy SS)
Sunday, September 16, 2012
Semua Mahluk Hidup Berdampingan Harmonis
(Yesaya 11:1-10)
Jauh dilubuk hati sanubari semua
orang pasti terdapat kerinduan sebuah dunia tanpa perang, tanpa pembunuhan,
tanpa kompetisi, tanpa kerakusan ataupun
kelaparan. Dunia dimana segenap umat manusia hidup dalam damai dan harmoni satu
dengan yang lain; berbagai dunia yang memang Cuma satu untuk semua.
Kerinduan akan damai itulah yang
digumulkan oleh nabi Yesaya yg hidup di zaman ketika bangsa Israel harus
mengalami perang demi perang silih berganti. Yesaya merindukan sebuah suasana
dimana “serigala akan tinggal bersama domba, Macan tutul akan berbaring di
samping anak kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama
dan seorang anak kecil akan menggiringnya dst.” (Yesaya 11: 6-9). Inilah sebuah
simbolis tentang kedamaian.
Melihat zaman kita sekarang ini,
rasanya kedamaian itu sangat jauh dari kehidupan kita. Orang sungkan naik
angkutan umum karena takkut dirampok atau diperkosa, orang takut berjalan
sendirian karena ancaman pembunuhan dsb. Lihat saja secara skala nasional
beberapa personal yang disinyalir terlibat teroris ditangkap oleh Densus 88
satu per satu, penembakan polisi di Solo, ledakan bom di Depok, penangkapan
para perampok, geng motor dsb. Sepertinya hati kita tak pernah “tenang alias
selalu khuatir/was-was” baik ketika kita berbaring, duduk, berjalan atau
bekerja. Skala International; kita mendengar pembunuhan konsulat AS di Libya,
profokasi SARA secara international melalui pembuatan Film yang menghina saudara
kita muslim, sehingga memunculkan protes dan demonstrasi di Timur Tengah.
Apakah yang harus kita kerjakan?
Mari semua bersama-sama memulai etika damai itu dari diri sendiri. Setiap orang
bertanggungjawab untuk menggunakan apapun secara proposional (sesuai
kebutuhan). Setiap orang bertanggungjawab memelihara apapun secara maksimal.
Setiap orang harus menahan diri pada setiap perbuatan-perbuatan yang melanggar
hukum. Secara sadar mulailah hidup sehat; membuang sampah pada tempatnya,
menggunakan air secukupnya, dan yang tidak kalah penting adalah mendoakan
setiap pemimpin di dunia ini agar Tuhan beri hikmat untuk menjalankan tugasnya
dengan adil, damai dan penuh hikmat. Mari kita mulai sejak sekarang ini. Tuhan
berkati kita semua. Amin
Sunday, September 9, 2012
Berdamai dengan Bijak
(Amsal 15:1-5)
“Berdamai dengan Bijak” adalah
membangun kehidupan yang bermartabat yang dipenuhi dengan kasih, tatanan sopan,
dan berkeadilan. Ayat 1-4
berbicara tentang lidah manusia yang mengeluarkan perkataan dan mata Allah yang
melakukan pengawasan. Lidah adalah alat bicara yang sangat penting. Dengan
lidah orang dapat membangun kerukunan. Sebaliknya dengan lidah orang dapat
terlibat dalam pertengkaran yang hebat. Amsal ini juga ingin mengatakan bahwa
spirit yang membangun kekuatan lidah sangatlah menentukan. Jika di dalam dirinya
seseorang memiliki spirit hati bijak, maka lidah dapat terkontrol dan
mengeluarkan kata-kata yang lembut, sopan dan membangun martabat. Sebaliknya,
jika kekuatan hati manusia dilingkupi dengan kebebalan dan kebodohan, maka
lidah menjadi alat pertengkaran yang hebat.
Amsal ingin mengajarkan tentang
pentingnya kesadaran hidup untuk membangun hati yang bijak dengan mengingatkan
bahwa apa yang kita lakukan tidak lepas dari pandangan mata Allah. Kata “lemah
lembut” menjadi simbol bagi orang yang bijak dan memiliki pengetahuan tentang
kehidupan. Di lain pihak, orang yang bebal memiliki kecenderungan untuk
merusak.
Selamat membangun perdamaian
dengan bijak dalam kehidupan kita. Ingatlah, tidak ada yang sia-sia jika
manusia dalam hidupnya terus mengusahakan perdamaian dengan sesamanya. Yesus
sendiri yang mengajarkan, “Berbahagialah orang yang membawa damai karena mereka
akan disebut sebagai anak-anak Allah.”
Sunday, September 2, 2012
Berdamai dengan Murah Hati
(Amsal 3:27-35)
Amsal 3:27-35 memberikan nasihat bijak tentang
kemurahan hati. Yang menarik, subyek yang harus ditolong disebutkan dalam
perikop ini sebagai “orang-orang yang berhak menerimanya” (ay 27). Versi BIS
(Bahasa Indonesia Sehari-hari) menerjemahkannya sebagai “orang yang
memerlukan.” Terjemahan versi BIS ini sangat tepat, sebab seringkali kita
memang berhadapan dengan orang-orang yang kita pandang tidak berhak menerima
pertolongan kita (misalnya, orang-orang yang memusuhi kita dan berbuat jahat
kepada kita). Namun nasihat bijak dalam Amsal ini tidak memakai hal tersebut
sebagai tolok ukur untuk memberi pertolongan atau tidak. Meskipun orang
tersebut mungkin memang tidak berhak menerima pertolongan kita karena telah
melakukan sesu atu yang jahat kepada diri kita, tapi jika ia membutuhkan
pertolongan, maka kita harus menolongnya. Jadi tolok ukurnya bukan berhak atau
tidak berhak, melainkan memerlukan atau tidak memerlukan. Jika kita
diperhadapkan kepada orang yang memerlukan pertolongan, nasihat Amsal sangat
jelas: kita harus segera menolongnya, bahkan sekalipun ia mungkin sebenarnya
tidak berhak atas pertolongan kita. Prinsip ini ditekankan lebih lanjut dalam
ayat 27 ketika dikatakan, “Janganlah menahan kebaikan ...” Versi BIS
menyebutkan, “Jika kau mempunyai kemampuan untuk berbuat baik ...” Yang
dilarang oleh Amsal adalah sikap seseorang yang sebenarnya mempunyai kemampuan
untuk berbuat baik, tapi memilih untuk tidak melakukan
perbuatan baik tersebut.
Di tengah-tengah situasi semacam itu, Amsal
3:27-35 mengingatkan kita agar kita bermurah hati untuk memberikan pertolongan
kepada siapa saja, di mana
saja, dankapan saja yang membutuhkan pertolongan.
Amsal juga mengingatkan kita bahwa kita tidak perlu melakukan berbagai macam
analisis yang rumit untuk menentukan apakah kita akan menolong orang tersebut
atau tidak. Nasihat bijak dalam Amsal ini mengatakan kepada kita bahwa kapan pun, di mana pun, dan
dengan siapa pun kita berhadapan, jika kita melihat seseorang
membutuhkan pertolongan kita, tanggapan yang benar adalah langsung memberi
pertolongan.
Kita juga diingatkan untuk tidak menunda-nunda
pertolongan tersebut. Firman Tuhan dengan jelas mengatakan, “Janganlah engkau
berkata kepada sesamamu: “Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi,” sedangkan yang diminta ada
padamu” (ay 28). Yang dibutuhkan hanya satu, yaitu kemauan dan tekad di dalam
hati kita untuk segera memberikan pertolongan ketika kita berjumpa dengan orang
yang memerlukan pertolongan, dan kita memang mempunyai kemampuan untuk
menolong. Amin
Sunday, August 26, 2012
Ketaatan Yang Konsisten
(Hakim-Hakim 8 : 22 –35)
Gideon berasal dari kaum paling kecil diantara suku Manasye, dan ia seorang yang paling muda dari kaum keluarganya ( Hakim – Hakim 6 : 15). Dari yang kecil akan Allah kerjakan yang lebih besar. Ia juga meragukan panggilan Allah untuk memimpin dan menyelamatkan orang Israel dari cengkeraman orang Midian. Allah tetap memakai Gideon, sebab Allah merupakan pemilik otoritas tertinggi. Gideon harus konsisten seperti konsistensi hati Allah atas kelangsungan hidup umat Israel.
Dari seorang peragu, Gideon, kita belajar ketaatan yang konsisten: 1). Memilih untuk taat, sekalipun mengalami keraguan; 2) Taat atas otoritas Allah, diatas kewenangannya pribadi (Hak. 8 : 23)
Ketaatan Gideon menjadi awal bagi pekerjaan Allah selanjutnya. Maka Allah mengaruniakan keberhasilan, kemenangan dan keamanan bagi Gideon dan Israel.
Ketaatan Gideon menjadi awal bagi pekerjaan Allah selanjutnya. Maka Allah mengaruniakan keberhasilan, kemenangan dan keamanan bagi Gideon dan Israel.
Di tengah kancah dunia perekonomian, social, politik serta kerohanian. Kita telah kehilangan patron tegas ketaatan. Pemilik modal, tokoh – tokoh masyarakat, pemimpin bangsa bahkan tokoh keagamaan telah lalai dan kehilangan spirit ketaatan.
Keluarga merupakan tempat yang paling strategis sebagai agen pengajaran ketaatan. Bagaimana dengan keluarga Gideon? Menilik keluarga kita, ketaatan seperti apa yang kita hidupi ditengah keluarga kita? Mari berefleksi dan mengubah diri. Amin
Sunday, August 19, 2012
Penghiburan Dalam Pelarian
(I Samuel 23: 14-18)
Bersembunyi dari kejaran musuh adalah suatu peristiwa yang memilukan. Hati berdebar-debar, pikiran yang was-was, hati dan hidup yang tidak tenang, terasingkan dari kedamaian tetapi semakin mendekat kepada keraguan dan ketakutan. Tidak ada damai sama sekali.
Daud mengalami pergumulan yang hebat. Ia berusaha menghindar dari kejaran dan ancaman pembunuhan dari Saul. Itulah sebabnya Daud melabuhkan dirinya di padang gurun Zif dengan harapan bahwa Saul tidak mengetahuinya. Tetapi beberapa saat kemudian Saul akhirnya mencium tempat persembunyian Daud, dan melakukan pengepungan dan pengejaran terhadapnya.
Di saat Daud sedang dalam bahaya, Daud pun memberi contoh dan teladan yang baik. Daud tidak tenggelam dalam situasi bahaya maut, Daud memiliki penghiburan tersendiri sehingga membuat dirinya tegar dan kuat menghadapinya. Sungguh Allah sendiri menggalang perlindungan yang ketat atas diri Saul (ay.14c). Yonatan anak Saul sendiri datang dan menguatkan Daud (ay.16). Yonatan juga memberi jaminan hidup bagi Daud dengan ikatan perjanjian di hadapan Tuhan (ay.18).
Saat ini anda mungkin seolah sedang berada dalam situasi yang sulit (sama seperti yang dialami Daud). Kesulitan itu membawa hidup kita pada kesusahan, penderitaan, keputusasaan dsb. Minta pertolongan Tuhan, terutama kekuatan dan penghiburan di saaat kita sedang berjalan di atas taman kesulitan dan kesusahan yang ada. Percayalah Tuhan pasti mempunyai 1001 cara untuk menolongmu. Tak ada yang mustahil bagi Dia. Amin
Daud mengalami pergumulan yang hebat. Ia berusaha menghindar dari kejaran dan ancaman pembunuhan dari Saul. Itulah sebabnya Daud melabuhkan dirinya di padang gurun Zif dengan harapan bahwa Saul tidak mengetahuinya. Tetapi beberapa saat kemudian Saul akhirnya mencium tempat persembunyian Daud, dan melakukan pengepungan dan pengejaran terhadapnya.
Di saat Daud sedang dalam bahaya, Daud pun memberi contoh dan teladan yang baik. Daud tidak tenggelam dalam situasi bahaya maut, Daud memiliki penghiburan tersendiri sehingga membuat dirinya tegar dan kuat menghadapinya. Sungguh Allah sendiri menggalang perlindungan yang ketat atas diri Saul (ay.14c). Yonatan anak Saul sendiri datang dan menguatkan Daud (ay.16). Yonatan juga memberi jaminan hidup bagi Daud dengan ikatan perjanjian di hadapan Tuhan (ay.18).
Saat ini anda mungkin seolah sedang berada dalam situasi yang sulit (sama seperti yang dialami Daud). Kesulitan itu membawa hidup kita pada kesusahan, penderitaan, keputusasaan dsb. Minta pertolongan Tuhan, terutama kekuatan dan penghiburan di saaat kita sedang berjalan di atas taman kesulitan dan kesusahan yang ada. Percayalah Tuhan pasti mempunyai 1001 cara untuk menolongmu. Tak ada yang mustahil bagi Dia. Amin
Sunday, August 12, 2012
Jangan Abaikan Allah
(I Tawarikh 13:1-14)
1 Tawarikh 13:12-14 mencatat peristiwa
pemindahan tabut Allah. Sedikit terjadi kesalahan karena Daud mengabaikan Allah dengan tak
meminta nasehat-Nya dalam mengambil keputusan. Biasanya Daud meminta nasihat
Tuhan setiap kali hendak maju berperang (lihat misalnya 1 Taw. 14:10), namun
saat hendak memindahkan tabut Tuhan, Daud justru mencari dukungan dari kalangan
militer dan politisi (1 Taw. 13:1). Sikap kesewenangan Daud berakibat fatal
dengan terjadinya kematian Uza, sehingga membuat Daud takut dan sekaligus
menyadarkannya bahwa ia telah bertindak terlampau gegabah dengan tidak meminta
petunjuk Tuhan (1 Taw. 15:13).
Uza mengabaikan Allah dengan sikap lalainya.
Mengingat bahwa tabut Tuhan sudah lebih dari 20 tahun berada di rumahnya (1
Samuel 7:2), adalah janggal bila Uza tidak mengerti tata cara pemindahan tabut.
Perhatikan bahwa Allah tidak menghukum orang Filistin yang mengangkat tabut ke
kereta (1Samuel 6:11) karena bangsa Filistin tidak mengenal hukum Tuhan, tetapi
Allah menghukum Uza yang tahu tetapi mengabaikan hukum Tuhan.
Kisah Uza di atas merupakan peringatan agar
kita mencari petunjuk Tuhan sebelum mengambil keputusan. Ingatlah bahwa
mengabaikan Allah bisa berakibat fatal! PerhatikanAmsal 3:5-6 berkata: "Percayalah kepada TUHAN
dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.Akuilah
Dia dalam segala lakumu maka Ia akan meluruskan jalanmu." Hendaknya semua
jemaat selalu melibatkan Tuhan dalam segala dimensi kehidupan kita. Amin
Sunday, August 5, 2012
Selamanya ku kan memujaMU
(Yosua 24:14-18)
Hari ini adalah Minggu dimana jemaat akan
merayakan momen penting seraya mengucap syukur kepada Tuhan. Ada lima orang
jemaat yang mengaku percaya kepada Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat dan
dibaptis, dan ada empat orang anak-anak yang akan diserahkan kepada Tuhan.
Mereka semua telah menentukan sikap, bulatkan tekad untuk membawa hidup ini ke
dalam pimpinan Tuhan.
Kisah hidup Yosua adalah salah satu inspirasi
untuk memahami arti hidup di dalam Tuhan. Bukan hanya sekedar memuji dan
menyembah Dia, tetapi dibutuhkan konsistensi sikap, konsistensi tekad yang
bersifat kontinyu. Tuhan membutuhkan kesetiaan dari umat-Nya untuk terus
berjalan dalam jalur Firman Allah. Yosua kembali mengingatkan umat Israel agar
mereka mempertegas dan meneguhkan kembali sikap dan tekad iman mereka kepada
Tuhan. Yosua menguraikan petualangan iman mereka bersama Tuhan dengan
memunculkan kembali kisah-kisah ajaib, kisah perjalanan tuntunan Tuhan sejak
dari nenek moyang mereka keluar dari perbudakan Mesir, melewati padang gurun
hingga pada zaman generasi Yosua dan angkatannya. Di sana Tuhan selalu
menyertai dan menuntun serta membela dan memihak kepada orang Israel hingga
mereka dapat mendiami tanah perjanjian; Tanah Kanaan. Oleh karena itu Yosua
24:15 berkata : “...pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan
beribadah... Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan.”
Perkataan Yosua tersebut bukan memberi pilihan kepada umat Israel, sehingga
seakan-akan membiarkan umat Israel beribadah kepada allah lain (allah yang disembah
oleh orang Amori). Tetapi sesungguhnya perkataan Yosua adalah menghimbau dan
mengingatkan kembali agar semua umat Israel tetap beribadah kepada Tuhan.
Bagi seluruh jemaat dan khususnya bagi para
baptisan setialah kepada Tuhan. Jangan berhenti memuji Tuhan hanya saat anda
dibaptis ini, tetapi katakanlah dalam hatimu dan buatlah komitmen, tekad di
hadapan Tuhan seraya berkata : “Selamanya kukan memuja-MU”. Amin Tuhan
memberkati.
Sunday, July 29, 2012
Menuju Puncak
(Kejadian
41:37-45)
Bila kita hendak
mendaki gunung tentu diperlukan persiapan yang matang, seperti misalnya: kondisi
fisik yang baik/sehat, memperhatikan cuaca/keadaan, perlu membawa bekal dan
perlengkapan kesehatan/obat-obatan.
Ketika kami di Salatiga, pernah mendaki gunung Merbabu dan berjalan
kaki, karena jalan berbatu, belum diratakan seperti sekarang. Jadi ketika kami
mendaki untuk dapat sampai ke puncak harus ada persiapan dan kesiapan mental,
usaha dan perjuangan.
Demikian
Yusuf, sebelum sampai ke puncak melewati ujian dan tantangan, mulai dari keluarga,
orang-orang di sekitarnya dan juga tantangan lainnya. Namun Yusuf ini
anak yang dikasihi oleh orangtuanya, karena inilah saudara-saudaranya
merasa iri, sampai-sampai ia dijual oleh saudara-saudaranya ke Mesir. Tetapi
Tuhan menggagalkan usaha mereka. Di kemudian hari Yusuf menjadi orang yang
berhasil, namun dia tidak sombong, dan lupa diri. Ia tetap bersyukur kepada
Tuhan.
Satu kisah yang tragis
menimpa dirinya, ketika istri tuannya tertarik tidur dengan Yusuf, namun Yusuf
menolak (Kej. 39:12-18). Itulah yang membawanya ke dalam penjara. Kisah
perjalanan begitu cepat. Ketika Firaun bermimpi dan tak ada satupun di
seluruh jagat yang bisa memberi tafsiran yang tepat, kecuali Yusuf. Momen
inilah yang membawanya terangkat menjadi pemimpin dan penguasa istana.
Menjadi orang yang berada di puncak
tidaklah mudah. Tetapi harus melalui proses, perjuangan yang panjang dan tidak
lepas dari jalan Tuhan, apabila menyimpang pastilah akan terpuruk dan jatuh.
Untuk itu belajarlah dari Yusuf, dengan berbagai tantangan rintangan akhirnya
sampai ke puncak dan menikmati kebahagiaan. Tuhan memberkati. (Pdt. Em. Paul
Bambang. S)
Sunday, July 22, 2012
Belajar dari Priskilla dan Akwila
(Lukas 2:52)
Gereja dibentuk oleh komunitas keluarga. Dalam
Perjanjian Baru terdapat sebuah keluarga Kristen yang sangat militan dalam
pelayanan kepada Kristus. Keluarga tersebut terdiri dari sepasang suami-istri.
Mereka adalah Akwilla dan Priskila. Akwila adalah seorang laki-laki Yahudi dari
Pontus. Ia bersama dengan istrinya Priskila mengungsi dari Roma menuju Korintus untuk
menghindari pengejaran terhadap orang-orang Yahudi di bawah pemerintahan
Claudius. Keluarga mereka bisa dijadikan sebagai model keluarga yang sangat
cinta Tuhan dan mendukung perkembangan jemaat Kristen di tempat mereka berada.
1. Keluarga Yang Melayani Secara Total . Melayani secara total merupakan komitmen
Priskila dan Akwila yang perlu diteladani oleh setiap keluargakeluarga gereja masa
kini. Komitmen tersebut dijiwai oleh sikap rela berkorban,
ketaatan, kerendahhatian, dan kecintaan yang sangat mendalam kepada Tuhan.
Dalam banyak kesaksian menunjukkan bahwa Tuhan sangat memberkati
keluarga-keluarga umat percaya yang dengan rela melayanigggd54tgfhnfdaerahnya
untuk tinggal di rumahnya. Tuhan senantiasa memberikan kebahagiaan keluarga,
damai sejahtera, sukacita, dan kecukupan hidup.
2. Keluarga yang Bersaksi. Luar biasa, keluarga Priskila dan Akwila
sungguh keluarga yang militan. Mereka gemar dan rajin bersaksi tentang Tuhan
beserta dengan ajaran-Nya. Mereka ingin orang lain mengenal Jalan Tuhan lebih
mendalam, sehingga orang lain juga dapat merasakan Jalan Tuhan itu dan terlebih
lagi mewartakannya di dalam kehidupannya sehari-hari. Terbukti memang,
pemahaman Apolos yang mendalam tentang Jalan Tuhan ditambah pengalamannya
mengenai Kitab Suci berguna bagi pekabaran Injil di Akhaya. Ia mampu memberikan
pemahaman dengan baik kepada orang-orang Yahudi di Akhaya berdasarkan Kitab
Suci bahwa Yesus adalah Mesias (ay 28).
Tidak bisa tidak bahwa gereja yang merindukan
perkembangan pelayanan yang maksimal harus memfokuskan pelayanan kepada
keluarga. Gereja perlu meneladani keluarga Priskila dan Akwila di dalam
melayani Tuhan. Keluarga Priskila dan Akwila mempunyai semangat pelayanan yang
total. Selain itu mereka gemar menyaksikan cinta kasih Tuhan.
Sunday, July 15, 2012
Estetika Alam, Pujian bagi Sang Kekasih
(Kidung Agung 7:10-13)
Pujian yang tulus, murni dan tidak manipulatif memiliki kekuatan dahsyat untuk mengubah relasi orang. Sangat berbeda dengan pujian yang manis di mulut namun pahit di hati. Pujian ini mengandung ketidakmurnian dari pihak si pemuji. Hal ini dapat mendatangkan kekeliruan pada si terpuji. Pujian yang tak tulus sering difungsikan sebagai alat untuk mencapai keinginan tertentu bagi si pemuji dalam rangka memanipulasi sesuatu. Sebaliknya pujian yang tulus berfungsi mengapresiasi si terpuji secara layak dan sejujur-jujurnya. Akibatnya, si terpuji terteguhkan dalam syukur tiada henti dan merasa dihargai.
Para kekasih dalam drama Kidung Agung adalah sebuah ekspresi cinta yang disebutkan dalam bentuk puisi cinta. Dalam bahasa Ibrani cinta adalah “ahaba”, dan kata ini terkandung semua dimensi cinta yang meliputi aspek religius, seksual, fraternal dan domestik. Tentu sangat berbeda dengan cinta dalam bahasa Yunani yang dibagi menjadi 4 : “agape, fillia, eros, dan storge”.
Ekspresi ahaba dalam Kidung Agung memakai bahasa metafora dengan media dunia tumbuhan. Sang kekasih memakai dunia flora ini untuk mengatakan kedalaman cintanya kepada kekasihnya. Mulai dari bagaimana cinta itu bertumbuh, bersemi dan akhirnya menikmati sebuah keindahan dan keharuman seperti indahnya bunga pacar, indahnya kebun anggur dan kebun delima. Sungguh romantis sekali.
Dalam bulan keluarga ini, hendaklah kita ekspresikan bahasa cinta kita kepada semua orang yang ada disekitar kita; dimulai dari keluarga (ayah, ibu dan anak), kemudian menjalar kepada lingkungan masyarakat kita (tetangga, kerabat, teman dsb), dan dikerjakan pula dalam gereja. Ekspresikan bahasa cinta itu dalam bentuk; kata-kata, tenaga, pikiran, atau materi. Semoga hari-hari kita dipenuhi oleh damai, cinta, kebahagiaan, dan keindahan. Semoga rumah tangga kita menjadi bak kebun buah-buahan, indah, segar, wangi, dan menggairahkan. Amin (Almanak Sinode GKMI)
Sunday, July 8, 2012
Belajar Berbagi Kehidupan dari Janda Sarfat
(1Raja-raja 17:7-24)
Kita dapat membayangkan betapa tidak mudahnya kehidupan janda Sarfat pada waktu itu. Ia hidup dalam situasi yang sulit, kekeringan, sementara bahan makanannya sudah tinggal penghabisan untuk dimakan terakhir kalinya. Di titik kritis inilah janda Sarfat bertemu dengan Nabi Elia, yang mungkin belum dikenalinya sebagai abdi Allah. Nabi Elia meminta darinya tidak sekadar minum, tapi juga roti, padahal bahan untuk membuat roti hanya cukup untuk dirinya dan anaknya saja, cukup untuk sekali makan dan kemudian mati (ay 12).
Janda tersebut tetap memiliki hati yang berbelas kasihan dan mau menolong nabi Elia yang kelaparan. Dengan penuh iman diberikannya makanan buatnya untuk sang nabi. Dengan imannya perempuan ini mau menukar hal yang pasti (bahan makanan yang terukur hanya cukup untuk sekali makan) dengan hal yang tidak kelihatan (firman Tuhan yang disampaikan Nabi Elia, yang belum terjadi).Sebuah tindakan iman.
Janda Sarfat menaruh kepercayaannya hanya pada janji firman Allah. Sebuah ketangguhan hidup yang luar biasa. Barangkali janda tersebut bisa berpikir, kalau toh aku dan anakku harus mati karena kelaparan ini, tapi toh di hari terakhirku aku mau memberikan makananku agar Nabi Elia tidak mati. Seperti cinta seorang ibu yang rela berkorban demi kesuksesan anaknya. Seorang yang kalau harus mati, namun mati dengan penuh makna, karena bermanfaat bagi sesama.
Ketangguhan dan iman janda tersebut membuatnya mendapatkan makanan untuk beberapa waktu lamanya. Artinya, ia mendapatkan makanan setiap hari. Tiap-tiap hari tepung segenggam di tempayan dan sedikit minyak di buli-buli senantiasa ada untuknya membuat makanan hari demi hari. Tuhan menjawab kebutuhan dan kesusahan janda Sarfat ini. Mukjizat terjadi setiap hari, dimulai dari kesediaan hati janda Sarfat berbagi “kehidupan” lewat segenggam tepung dan sedikit minyak, dan keberaniannya beriman kepada janji pertolongan Allah melalui seorang abdi Allah.
Bagaimana dengan kesulitan hidup yang kita alami dalam kehidupan keluarga kita? Seringkali kita menempatkan diri kita sebagai orang yang membutuhkan pertolongan. Saat kesulitan hidup mendera, pikiran kita hanya sibuk untuk memikirkan kesulitan diri kita sendiri. Tidak ada tempat bagi sesama kita, apalagi sesama yang kekurangan dan butuh uluran tangan kita. Hidup sendiri saja susah,boroboro memikirkan orang lain. Barangkali ini kata-kata yang sering kita dengar, atau mungkin kita ucapkan. Akibatnya kita cenderung apatis dan cuek terhadap penderitaan dan kesulitan orang lain.
Dari kisah janda Sarfat, kita belajar bahwa justru dengan kesediaan hati untuk berbagi kehidupan, bahkan berani beriman pada titik kritis hidupnya, disaat itulah mukjizat Allah terjadi. Pertolongan, penyertaan, dan berkat jasmani-Nya mengalir setiap hari, dengan cukup. Dalam kasih karunia-Nya, kesulitan hidup justru menjadi momentum untuk berbagi dan berbuat baik kepada sesama. Kalau toh hidup kita tinggal sesaat saja, marilah kita berupaya berbagi kehidupan untuk sesama, agar kematian kita menjadi kematian yang bermakna. Amin
Sunday, July 1, 2012
Belajar dari Yosua
(Yosua 1:1-9)
Dalam hidup ini, kita memerlukan tokoh. Tokoh yang bisa menjadi patron dan ikon. Patron berbicara mengenai pola atau sistem yang pas dengan konteks dan kebutuhan, sementara ikon berbicara mengenai representasi gambar dari pribadi yang ideal dan fungsional. Alkitab banyak menceritakan tokoh yang bisa menjadi patron dan ikon bagi hidup kita. Ketokohan itu senantiasa membangun nilai-nilai karakter yang tak akan lekang oleh perubahan zaman. Pribadi-pribadi yang berkarakter akan menjadi tokoh di sepanjang zaman. Membangun karakter dalam keluarga juga memerlukan tokoh. Pengajaran normatif harus tervisualisasikan dalam bentuk ketokohan dan keteladanan yang konkret.
Sebagaimana layaknya orang muda yang belum banyak makan asam garam pengalaman hidup, tentulah Yosua ragu saat dia harus menggantikan kepemimpinan Musa. Betapa tidak, Musa itu tokoh besar yang kharismanya tidak terbandingkan. Lalu apa yang dilakukan Yosua?
Pertama, Yosua sebagai orang muda menempatkan gambar patron hidupnya pada keteladanan Musa dan pada janji Allah. Inilah pentingnya keteladanan Musa bagi hidupnya. Kedua, Yosua sebagai anak muda juga punya kekuatan yang berbeda dengan Musa. Yosua mengembangkan kekuatan visionernya. Ketiga, Yosua juga perencana yang cermat. Keempat, Yosua bekerja dengan orang yang tepat. Kelima, Yosua membangun hidup keluarganya sebagai keluarga yang takut akan Tuhan dan beribadah kepada-Nya.
Inilah yang bisa kita pelajari dari patron dan ikon tokoh Yosua. Ia bukan bertindak dalam kehebatan pribadinya melainkan ia bergerak dalam kuasa rencana dan pimpinan Allah. Sebagaimana nama Yosua berarti Allah yang menyelamatkan, kisah Yosua juga mencerminkan gambar (ikon) Allah yang menyelamatkan kita dan keluarga kita. Kisah Yosua tidak hanya berbicara mengenai penyelamatan Allah atas bangsa Israel, namun juga kisah penyelamatan Allah atas keluarga. Mari kita membangun hidup kita dan keluarga kita dengan : mencari desain Allah atas keluarga kita, dan berani untuk hidup ikhlas dan setia menjalani peran-peran yang Tuhan berikan kepada kita. Maka sungguh perjalanan hidup kita dan keluarga akan dibuat Tuhan berhasil dan beruntung. Tuhan memberkati!
Wednesday, June 27, 2012
Sunday, June 24, 2012
Akibat penebangan liar
Pada
suatu hari ada seorang bapak sedang menebang pepohonan liar dan setelah itu,
kayu yang dihasilkan dari pohon diambil oleh traktor dan segera di bawa keatas
truk.
Dan dari perbuatan tersebut banyak pemukiman yang terkena bencana banjir
karena tempat peresapan air sudah dirusak oleh orang-orang penebang pohon
dengan liar. Dan ada seekor hewan, yaitu kera yang tidak mempunyai tempat berlindung
dan tidak punya bahan makanan untuk dimakan dan ada dua ekor gajah terlihat
terbaring lesu karena tidak memiliki bahan makanan.
Kemudian ada dua kakak-beradik mencanangkan gerakan reboisasi hutan dengan menanam tanaman-tanaman kembali
sehingga pemukiman tidak terkena banjir lagi dan hewan kera dan gajah tidak
kelaparan lagi.
(Edo & Gilbert)
Esai
Anak Sekolah Minggu
Mengenal Yesus Sahabat Orang-Orang Berdosa
(Yohanes 7: 53—8:1-11)
Sekalipun Tuhan Yesus tidak pernah melakukan dosa, Ia tidak pernah menjauhi orang berdosa. Sikap-Nya bertentangan dengan sikap orang-orang Farisi dan para ahli Taurat yang bersikap menjauhi orang yang dianggap berdosa. Oleh karena itu, Ia disebut sebagai Sahabat Orang Berdosa. Orang berdosa umumnya merasa dirinya menjijikkan dan tidak layak untuk berdekatan dengan orang yang dianggap saleh. Oleh karena itu, merupakan suatu hal yang aneh dalam pandangan umum bahwa Tuhan Yesus (yang tidak pernah melakukan dosa) bersedia untuk bebincang-bincang atau duduk makan bersama dengan orang berdosa. Perumpamaan Tuhan Yesus tentang domba yang hilang (15:4-6), dirham yang hilang (15:8-9), dan anak yang hilang (15:11- 32) memberi gambaran bahwa orang berdosa itu berharga di mata Allah. Adanya satu orang berdosa yang mau bertobat pun sudah akan membuat para malaikat di sorga bersukacita (15:7, 10).
Misi-Nya datang ke dunia bukan untuk menghakimi atau menghukum, melainkan untuk mencintai dan mengasihi termasuk mengasihi orang yang berdosa sekalipun (seperti seorang perempuan yang berzinah). Yesus berkata : “aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” (Matius 9:13b). Hal ini mempermalukan para orang farisi dan ahli taurat pada saat itu, yang sok paling benar tetapi Yesus mengatakan bahwa mereka juga adalah orang yang berdosa dan membutuhkan pengampunan (Yoh. 8:7). Oleh karena itu, Yesus menghendaki terjadi pertobatan dalam hidup setiap orang berdosa. Yesus berkata kepada perempuan itu: Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah dan, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” (Yoh 8:11)
Ada banyak orang yang terus terjerumus dalam dosa karena merasa bahwa mereka sudah terlalu jauh melenceng dari jalanTuhan. Sudah terlanjur basah, ceburkan saja sekalian. Begitu kira-kira pandangan mereka. Ada banyak orang yang ragu terhadap keselamatan mereka nanti, karena banyaknya pelanggaran yang pernah mereka lakukan. Banyak orang mengira bahwa Yesus membenci orang berdosa. Tapi kisah hari ini menggambarkan sebaliknya. Yesus tidak membenci orang berdosa. Yang Dia benci adalah dosa, bukan orangnya. Justru kedatangan Yesus ke dunia ini adalah untuk menebus dosa-dosa kita dan menyelamatkan kita dari jurang maut. Yesus sangat mengasihi manusia yang berlumur dosa. Begitu mengasihi hingga Dia rela meninggalkan 99 ekor domba untuk mencari seekor domba yang sesat. (Lukas 15:4). Kehadiran Yesus justru untuk menyelamatkan orang-orang yang sesat, agar tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. Amin. (Pdm. N.Zega)
Mengatasi abrasi
Pada zaman sekarang banyak
sekali pengerukan pasir liar didekat pemukiman warga di sekitar tepi pantai.
Selain itu, ada juga penambangan liar di tepi pantai. Sehingga jalan
transportasi terjadi abrasi yaitu pengikisan tanah oleh air laut.
Esai Anak Sekolah Minggu
Ketika air
laut pasang maka akan mengakibatkan pemukiman warga hancur/roboh dikarenakan
gelombang air laut pasang.
Semua warga disekitar tepi pantai menanami tumbuhan
bakau untuk mencegahwa hampir semua hutan gundul.
(Nia & Viona)
Esai Anak Sekolah Minggu
Hutan menjadi lebat kembali
Pada
suatu hari, ada seseorang yang menebang pohon secara liar. Pohon-pohon tersebut
kemudian diambil batangnya yang digunakan untuk indsutri.
Tetapi dari kegiatan
tersebut, hewan-hewan menjadi tidak punya tempat tinggal, sehingga banyak yang
mati.
Beberapa
hari kemudian, terjadi hujan lebat di daerah tersebut. Karena tidak ada yang
menyerap air, maka banyak tempat yang tergenang oleh air.
Akhirnya warga disekitar hutan
tersebut berencana untuk melakukan reboisasi. Hutan tersebut pun menjadi lebat
kembali seperti dulu. Dan akhirnya tempat tersebut tidak terjadi banjir dan
banyak satwa yang hidup di hutan tersebut.
(Bagas)
Esai
Anak Sekolah Minggu
Subscribe to:
Posts (Atom)