Sunday, August 25, 2013

Menggapai Hidup yang Beruntung

(2 Raja-raja 18:1-7a)

Kita semua pasti mengenal tokoh si Untung dalam komik Donald Bebek. Berlawanan dengan Donald yang selalu sial. Si Untung ini dikisahkan untung terus. Ada saja keberuntungan yang selalu menghampiri tokoh bebek yang bernama asli Gladstone ini. Betapa enaknya hidup si Untung. Pemalas, tidak pernah bekerja, tapi selalu lebih untung dari Donald. Jika Untung dan Donald berjalan bersama, yang tiba-tiba menemukan uang di jalan pastilah itu si Untung. Jika Anda juga ingin selalu beruntung seperti si Untung, jangan kuatir, ternyata beruntung itu ada ilmunya.
Sebagian orang mencoba berusaha mencari cara supaya beruntung, dengan apa? Mereka pergi kepada dukun-dukun  atau “orang pintar”, mereka percaya kepada benda-benda yang bisa memberikan keberuntungan, misalnya seperti cincinnya membawa keberuntungan. Ada orang yang percaya bahwa gunung, kuburan bisa memberikan keberuntungan kepada mereka.  Ada orang yang takut menjual hartanya, seperti rumah, kendaraan, karena mereka percaya bahwa benda-benda tersebut adalah benda-benda keramat yang sudah memberikan keberuntungan, demikian banyak orang sangat percaya bahwa ikan Lohan bisa memberikan keberuntungan. Masih banyak lagi cara instan yg dilakukan oleh kebanyakan orang untuk mendapatkan keberuntungan.
Tetapi bagaimanakah kata Firman Tuhan tentang keberuntungan? Firman Tuhan menjelaskan bahwa keberuntungan bukan berasal dari benda-benda, atau dari semua yg saya sebut di atas, tetapi keberuntungan itu datangnya dari Tuhan, “..demikianlah Aku mendatangkan ke atas mereka  keberuntungan…”(Yer. 32:42).  Demikian juga dengan kekayaan merupakan karunia Tuhan kepada orang yang dikehendakiNya, “setiap orang yang dikaruniai Allah kekayaan dan harta benda…” (Pengk.5:18). Hizkia adalah Raja Yehuda disebut oleh     Firman Tuhan dalam 2 Raja 18:7a: “Maka Tuhan menyertai dia kemanapun ia pergi berperang, ia beruntung. Khotbah pagi ini akan membawa kita memahami bagaimana cara orang percaya beruntung dalam hidupnya. Selamat merenungkan Firman Tuhan. Amin


Persembahan Pujian Komisi Wanita

Paduan Suara Komisi Wanita

Sunday, August 18, 2013

Keadilan & Kebebasan

(Kis.  7:17-24)
Melalui kematian Kristus telah membebaskan manusia dari struktur-struktur dan lembaga-lembaga yang mendehumanisasikan manusia. Prinsip ini perlu diimplementasikan. Premis ini harus diturunkan secara konsekuen. “Karena itu, janganlah kamu menjadi hamba/budak manusia!” Itu berarti, orang harus memperjuangkan pembebasan; bukan hanya pembebasan dirinya sendiri tetapi juga turut serta dalam upaya pembebasan sesamanya dari ketidakadilan, penindasan dan penghisapan.
Bagaimanakah supaya seseorang mengalami kebebasan yang sungguuh-sungguh adil? Ada dua hal yang harus dimiliki. Pertama, milikilah prinsip kesetraan; prinsip ini mengharapkan adanya akses yang sama terhadap sumber daya kehidupan bagi tiap-tiap orang serta hokum yang menjamin keadilan dalam pemanfaatannya. Hamba/budak dan orang bebas sama di hadapan Tuhan. Orang merdeka dan budak harus menerima dan memberi penghormatan yang sama lepas dari status sosialnya. Kedua, milikilah prinsip kebebasan atau kemerdekaan; prinsip ini mengajarkan bahwa Kristrus telah membebaskan setiap orang dari perbudakan dosa. Kristus telah membelinya dengan darahNya, dan dibayar lunas oleh kematianNya. Karena itu tidak ada lagi penindasan, perlakuan tidak adil terhadap sesama serta penghisapan yang terstruktur dsb.

Sebagai gereja & orang-orang percaya, adalah bertanggungjawab untuk menjaga, mengerjakan dan mengimplementasikan dalam lingkungan sosial, keluarga atau gereja prinsip kesetaan & keadilan. Kristus telah memberikannya akses kepada semua orang melalaui salib. Hendaklah perlakuan membeda-bedakan, memaksakan kehendak dan membelenggu kebebasan orang lain tidak ditemukan dlm kamus kehidupan beriman kita. Tuhan Yesus memberkati. Amin 

Pemusik beraksi

Gilbert (Drum), Ari (Bass), Edo (Keyboard).

Sunday, August 11, 2013

Mengelola Iman Saat Kelimpahan

                                                                      (Lukas 12:13-21)

Ayat-ayat tersebut di atas muncul sebagai jawaban atas pertanyaan seseorang yang datang kepada Yesus. Lalu, Tuhan Yesus pun menjawab melalui perumpamaan yang oleh LAI diberi judul orang kaya yang bodoh. Apa sesungguhnya yang terjadi dengan orang ini? Paling tidak, ada tiga dugaan:
1. Orang ini punya hak warisan, tetapi saudara-saudaranya tidak memberi bagiannya. Karena itu, ia meminta tolong kepada Yesus agar Dia menyelesaikan perkara tersebut.
2. Orang ini sama sekali tidak mendapatkan jatah warisan, sementara saudara-saudaranya mendapatkannya. Karena itu, ia memohon agar Yesus dapat menjembatani hal tersebut.
3. Orang ini telah mendapatkan jatah warisan sesuai haknya, tetapi ia menginginkan lebih lagi dari saudara-saudaranya.
Berdasarkan kisah tersebut, kita beroleh gambaran bahwa orang yang diceritakan Tuhan Yesus dalam perumpamaan tersebut adalah orang yang berkelimpahan secara materi. Namun, kekayaan yang ia punya hanya untuk kepentingan dan kesenangan diri. Bila Tuhan memberi kesempatan untuk menjadi kaya, kita harus mengelola kekayaan/kelimpahan tersebut agar dapat memuliakan Tuhan. Paling tidak ada tiga hal yang harus dikelola:
1. Mengelola hati. Orang yang melimpah materi belum tentu hatinya kaya. Kita menemukan, orang yang melimpah harta justru miskin hatinya.  Di negeri kita ini, para koruptor bukanlah gelandangan yang tak punya uang. Para koruptor adalah orang kaya, tetapi miskin hati. Ia tega menilap uang rakyat untuk kepentingan diri.
2. Mengelola prioritas. Seandainya Anda diberi kesempatan untuk kaya, pertanyaan mendasar, untuk apakah kekayaan itu? Banyak orang Kristen yang melupakan Tuhan tatkala ia kaya. Namun, begitu bangkrut, ia menyalahkan Tuhan.
3. Mengelola hidup untuk kekekalan. Pernahkah kita memikirkan bahwa semua kekayaan atau apa pun namanya tidak akan dibawa mati. Ketampanan, hobi, duit yang banyak, kekayaan yang melimpah, tidak akan pernah bisa dibawa pulang tatkala seseorang kembali kepada Sang Khalik.
Tuhan Yesus memberkati. Amin (Pdt. Manati I. Zega)

Sunday, August 4, 2013

Jangan Lupa Diri

                                                                      (Ayub 2:1-10)

Zaman sekarang ini banyak orang yang lupa diri. Ada yang berhasil mendapatkan sesuatu; misalnya menjadi juara dunia, mendapat pekerjaan, atau memperoleh kekayaan yang besar. Pokoknya apa saja yang mendatangkan “perubahan” dalam hidupnya yang    kemudian mengubah prilakunya.
Seorang yang dulu rajin melayani   Tuhan dan berdoa kemudian berubah    menjadi liar karena telah kaya. Ada lagi orang yang dulu biasa-biasa hidupnya, kemudian diberi kesempatan untuk memegang kekuasaan, lalu memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. Memeras sana sini serta menipu banyak orang. Banyak sekali memang model orang yang lupa diri. Tetapi     sebaliknya masalahpun memungkinkan orang bisa lupa diri. Dia menganggap bahwa Tuhan tidak lagi sayang kepadanya. Semuanya ini tentu menyakiti hati Tuhan.
Sekarang kembali kepada diri kita, apakah kita termasuk orang yang sering lupa diri? Kita sendiri dapat menjawabnya dengan jujur. Apakah disaat kita memperoleh berkat dari Tuhan, lalu sikap kita menjadi “liar”? Mungkin juga sewaktu kita sakit, berdoa rajin, pokoknya segala sesuatu ditujukan untuk kemuliaan Tuhan, lalu kemudian semuanya berubah.
Ayub telah memberi teladan yang baik. Di saat dia serba berkecukupan, harta melimpah, tubuh jasmani sehat, pekerjaan lancar, usahanya tidak tersendat, Ayub tidak pernah lupa diri. Ayub berkata: “…Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” (ayt.10). Pernyataannya di atas semakin   menguatkan bahwa segala sesuatu tetap disyukuri. Ketika menjadi orang yang berkecukupan dia tak lupa memuji Tuhan dan disaat penderitaan yang sangat dalampun dia tetap memuji Tuhan. Tuhan memberkati kita. Amin (N.Z)