(2 TAWARIKH 20:1-37)
Mengandalkan
kekuatan Allah adalah menaruh atau mempercayai
kesanggupan Tuhan dalam melakukan segala sesuatu terjamin hanya di dalam Dia
saja. Mengandalkan kekuatan Allah bukan hanya ketika dalam keadaan kritis, susah, dalam kesesakan tetapi dalam
keadaan sukacita, hidup sukses, dan
diberkati oleh
Tuhan yang memberikan segala sesuatunya dalam hidup kita. Manusia tidak bisa
mengandalkan kekuatannya sendiri karena kekuatan manusia sangat terbatas.
Dengan demikian, tidak ada alasan bagi kita sebagai manusia untuk selalu
bermegah di dalam apa yang kita punyai atau di dalam apa yang kita miliki saat
ini. Tidak untuk mengandalkan diri sendiri, tidak untuk mengandalkan kekayaan,
kehormatan,
kekuatan, jabatan yang berpengaruh dan pendidikan yang tertinggi melainkan
hanya satu pribadi yang senantiasa diandalkan dalam hidup kita yaitu
mengandalkan kekuatan Allah. Mengandalkan kekuatan Allahlah yang nomor satu dalam hidup kita, dalam pekerjaan
atau usaha dan dalam segala keadaan yang kita alami, baik saat susah maupun
saat senang.
Seperti
halnya dalam pembahasan pagi ini tentang kisah seorang raja dan umat Yehuda. Raja
itu adalah Yosafat. Ia merupakan raja keempat dari raja-raja Yehuda sebelumnya
sesudah kerajaan Israel pecah menjadi dua. Selama masa pemerintahan raja-raja
ini, orang Israel hidup dihadapan Tuhan bergantung pada kepemimpinan raja.
Ketika rajanya takut akan Tuhan, maka rakyatnya pun demikian, tetapi ketika
rajanya melakukan yang jahat dimata Tuhan maka rakyatnya pun demikian. Dan raja
Yosafat ini termasuk raja yang percaya dan hidup takut akan Tuhan (2 Taw
17:3-4). Tuhan memberkatinya, mengokohkan kerajaan yang ada dibawah
kekuasaannya bahkan Tuhan membuat dia dan Yehuda mengalami kemenangan pada saat
mereka terancam oleh serangan musuh yang datang berperang melawan mereka yaitu
bangsa Moab dan Amon, namun mereka mengalami kemenangan karena mereka
melibatkan atau mengandalkan Tuhan dalam peperangan tersebut.
Raja
Yosafat dan umat Yehuda mengandalkan kekuatan Allah dengan cara: Pertama,
mencari Tuhan dengan berpuasa (ayat 3,4). Di dalam doa puasa mereka meyakini
bahwa hanya Allah yang berkuasa atas segala orang dan atas segala situasi yang
terjadi (ayat 6-7), Allahlah yang menolong, setia kepada umat-Nya dari dulu
sampai sekarang (ayat 8-9). Kedua, adanya kesadaran diri bahwa
pertolongan mereka hanya dari Tuhan (ayat 12). Mengakui bahwa mereka tidak
berdaya, tidak ada apa-apanya, tidak ada kekuatan untuk melawan musuh tanpa ada
campur tangan Tuhan. Ketiga, hanya menantikan Tuhan dan percaya
kepada firman-Nya (ayat 14-19). Keempat, adanya rasa syukur atas apa
yang sudah diperbuat oleh Tuhan (ayat 19-21). Orang yang senantiasa
mengandalkan Tuhan dalam hidupnya senantiasa mengucap syukur dan hanya percaya
kepada Tuhan karena ia menyadarinya bahwa segala yang ada padanya Tuhan yang
memberkati bukan karena ia kuat atau bisa melakukannya melainkan hanya
semata-mata karena kekuatan Tuhan.
Demikian
raja Yosafat mengandalkan Tuhan, namun dalam hal ini pun ia hanya mengandalkan
kekuatan Tuhan ketika dalam ancaman bahaya, dalam keadaan susah. Terbukti
diakhir pelayanan sebagai raja, ia
melakukan yang tidak berkenan kepada Tuhan. Tuhan sudah membuat dia berhasil
setelah itu ia lupa sama Tuhan ( ayat 35) dengan bersekutu pada Ahazia raja
yang jahat yang menyembah berhala. Bukankah hidup kita juga seperti itu?
Melalui
khotbah pagi ini kita belajar untuk senantiasa mengandalkan Tuhan, bukan
kekuatan kita dan bukan hanya disaat kita susah saja namun saat kita sukacita
dan sukses sekalipun. Tuhan Yesus memberkati kita semua (Oleh: Senia la’ia)