Sunday, July 27, 2014

Menghormati Perjanjian Tuhan

(Maleakhi 2:13-16)

Perceraian dan perselingkuhan sepertinya semakin “biasa” di zaman sekarang ini. Sering diawali dengan cinta yang menggebu, semakin banyak rumah tangga yang diguncang perselingkuhan dan/atau bubar dalam perceraian. Tidak terkecuali keluarga-keluarga kaum beriman. Seakan-akan ikrar suci pernikahan di hadapan Allah dan jemaat-Nya semakin mudah dilupakan bahkan diingkari. Seakan-akan berkat Allah yang begitu didambakan saat mengawali hidup berumahtangga tidak ada artinya di hadapan ketidaksetiaan dan kekerasan hati. Bila demikian, apa jadinya kesaksian kaum beriman di tengah-tengah dunia? Menggali Maleakhi 2.13-16, kita akan coba melihat sikap serius Allah terhadap pernikahan, khususnya di kalangan umat-Nya. 
Kawin campur dan perceraian marak di kalangan umat. Para laki-laki Yahudi menikahi perempuan-perempuan asing (2.11) dan menceraikan isteri-isteri mereka (2.13-16). Banyak orang menjadi apatis: apakah masih ada gunanya hidup benar, sementara orang fasik bebas tanpa hukuman (2.17; 3.13-15). Sehubungan dengan kawin campur, Maleakhi menilai bahwa itu merupakan “perbuatan keji.” Dengan melakukan itu, Yehuda  “berkhianat”, bahkan “telah menajiskan tempat kudus yang dikasihi TUHAN” dan “telah menjadi suami anak perempuan allah asing” (ay 11). Karena itu bisa dimengerti bila TUHAN membenci perceraian (ay 16).
Apakah yang diinginkan Tuhan dalam rumah tangga kita? Pertama, di mata TUHAN, pernikahan adalah bagian dari Perjanjian dengan umat-Nya. karena itu, umat, termasuk pasangan-pasangan suami isteri harus menghormati pernikahan. Kedua, TUHAN membenci perceraian, lebih-lebih perceraian yang terjadi karena ketidaksetiaan atau pengkhianatan (dalam Mal 1.13-16 pihak laki-laki sebagai pelakunya, dalam konteks yang lebih luas bisa juga sebaliknya). TUHAN tidak berkenan kepada orang yang tidak setia dan berkhianat. Ketiga, satu sama lain, suami dan isteri adalah sekutu-sekutu Perjanjian. Melalui mereka TUHAN menurunkan anak-anak Perjanjian. Betapa perlunya masing-masing menjaga diri. Betapa perlunya satu sama lain saling menjaga. Dengan menjaga diri dan saling menjaga, mereka akan saling setia, menjadi teladan bagi anak-anak perjanjian, dan TUHAN berkenan. Tuhan memberkati kita semua. Amin


Sunday, July 20, 2014

Menabur Nilai-nilai Kebenaran dalam Kompleksitas Keluarga

(Amsal 2:6-9)

Amsal  berarti ucapan bijak, peribahasa, perumpamaan, petunjuk hidup, pengajaran atau pengertian. Gagasannya dari Pengamsal adalah memberikan bekal kepada generasi muda yang belum memiliki pengalan hidup dan masih membutuhkan tuntunan, pengajaran dan hikmat, agar mereka dapat hidup dengan benar. Jadi kitab amsal sendiri dapat dimaknai sebagai kumpulan nasehat untuk hidup benar dan bijaksana menurut kebenaran Allah.
Nasehat Amsal seringkali berawal dengan kata “Hai Anakku”, kata ini mengindikasikan bahwa Salomo berbicara kepada anaknya, ia mengajar anaknya yang sudah beranjak dewasa untuk berperilaku dengan benar dan menempatkan rumah sebagai basis pengajaran kebenaran dan takut akan Tuhan untuk menapaki hidup diluar rumah.
Dalam Amsal 2:6-9, secara mendasar Solomo menegaskan bahwa dasar dari hikmat adalah Tuhan dan dari Tuhanlah pengetahuan dan kepandaian itu berasal (ayat 6). Dengan demikian sebagai orang muda yang belajar maka prinsip spiritualitas dan etika harus menjadi perhatian penting. Tuhan juga menyediakan pertolongan bagi yang jujur dan memiliki prilaku yang lurus (ayat 7). Tindakan seperti ini adalah dorongan bagi keluarga khusus orang muda, bahwa tidak sia-sia mereka mendasari perilaku dengan jujur apapun resikonya, Tuhan pasti memberi pertolongan. Keluarga juga diajak untuk mengerti kebenaran  itu berkait erat dengan keadilan dan kejujuran (ayat 8), yang merupakan nilai keluarga (yang harus dimengerti – kebenaran dan keadilan)  untuk dan selalu harus dilakukan dengan setia (ayat 9).
Di sini Pengamsal ingin menunjukan dan menanamkan keyakinan kepada keluarga bahwa membawa kebenaran, keadilan dan kejujuran serta cinta Tuhan adalah nilai dan sekaligus tujuan pencapaian hidup berkeluarga. Dengan demikian keluarga memiliki harmoni kehidupan karena setiap keluarga menempuh jalan kebenaran dan menghidupinya setiap hari dalam kasih Tuhan dan berbuah dalam praksis hidup bersama keluarga lain di sekitar kita, amin.  #Pdt St Sukardi

Sunday, July 13, 2014

Jangan ada dusta di antara kita

(Kejadian 27:1-40)

Taukah anda bahwa keluarga Bapak Ishak dan Ibu Ribka adalah keluarga yang sejak awal di desain dengan serius?  Pemilihan Ribka menjadi pendamping bagi Ishak selalu disertai dengan doa dan pe-tunjuk serius dari kompas Tuhan Allah. Perjalanan Eliezerpun berhasil menemukan sosok wanita yang bersahaja, cantik dan elok parasnya  (Kej. 24:16)  hingga Ishak terheran-heran melihat dari kejauhan sosok wanita cantik yang sedang berjalan menuju ke arahnya. Tidak terlupakan dicatat bahwa Ishak mendasarkan pernikahan ini bersama Ribka dengan cinta (Kej. 24:67b).
Dalam konteks budaya Jawa, maka terpenuhilah syarat memilih seorang calon istri adalah: Bibit (calon diharapkan berasal dari keluarga baik-baik), bebet (calon dari kalangan yang cukup secara materi) dan bobot (calon diharapkan memiliki kehidupan yang mapan secara pendidikan alias terpelajar), sehingga harapan ke depan menjadi keluarga yang sejahtera. Demikian juga keluarga Ishak dan Ribka, kurang apa lagi? Lengkaplah sudah kebahagiaan mereka!
Tetapi berjalannya waktu, keluarga ini bergolak dan berseteru hingga jatuh pada ancaman saling berusaha mencelakai dan membunuh seorang dengan yang lain. Pe-ristiwa sabotase perebutan kepemilikan berkat oleh Yakub terhadap Esau menjadi asal muasal kekisruhan tersebut. Belum lagi cinta dan faforitisme kedua orangtua terhadap dua orang putranya (cinta kasih yang dibeda-bedakan). Maka, kedamaian akan hilang, kenyamanan akan menjauh tetapi kecurigaan dan saling menuduh menjadi hiasan kehidupan keluarga setiap saat. Dusta dan kebohongan menjadi merajalela hingga trik dan cara-cara yang kotor memenuhi mahligai rumah tangga kita.
Mari kita belajar dari peristiwa keluarga Ishak dan Ribka. Kita mengambil hal-hal yang positif tetapi kita buang dan kita tinggalkan hal-hal yang tidak baik. Rekonsiliasi harus berjalan terus setiap saat. Komunikasi terus dipertahankan. Lampu keterbukaan dan saling mendukung serta saling mendoakan harus terus dinyalakan dari hari ke sehari. Amin

Sunday, July 6, 2014

Kebenaran: Pondasi Keluarga

(Mazmur 128: 1-6)

Sejak semula Tuhan Allah merancang keluarga adalah untuk mengalami kehidupan yang penuh kebahagiaan. Itu sebabnya Tuhan Allah menghadirkan Hawa sebagai pasangan yang se-padan bagi Adam. Kesepadanan Adam dan Hawa pertama-tama terletak pada esensinya sebagai manusia, yang merupakan gambar dan rupa Tuhan Allah. Yang kedua, kesepadanan Adam dan Hawa terletak pada hakikat kodratnya, yaitu sebagai laki-laki dan pe-rempuan. Dan yang ketiga, kesepadanan Adam dan Hawa terletak pada hakikat fungsi dan perannya dalam kehidupan ke-luarga, yaitu sebagai kepala dan penolong. Paling tidak, ketiga kesepadanan antara Adam dan Hawa itulah yang merangkai kehidupan keluarga sebagai  miniatur Kerajaan Allah di dunia, di mana peran Tuhan Allah me-rupakan pusat jalinan relasi yang mempersatuhan, memadukan, dan mengharmoniskan kehidupan keluarga. (Bacalah Kejadian 1:26-28, 2:18, 21-25, Efesus 5:22-6:9, Kolose 3:18-4:6.
“Keluarga sebagai miniatur Kerajaan Allah di dunia” merupakan panggilan hidup setiap keluarga Kristen. Oleh karena itu, keberadaannya perlu disadari dan diupayakan bersama oleh seluruh anggota keluarga. Bagaimana caranya? Mazmur 128 memberi pengajaran yang sangat baik, agar kehidupan keluarga Kristen sungguh menjadi keluarga yang diberkati dengan ke-bahagiaan, kedamaian, dan kesejahteraan lahir batin. Berkat-berkat tersebut akan terjadi apabila kebenaran dijalankan, diterapkan dan diupayakan sebagai tiang penyokong bagi keluarga. Kebenaran akan takut pada Allah akan memberikan berkat kebahagiaan bagi ke-luarga yang melakukannya (ay 1). Kebenaran akan keharmonisan dan kerukunan dalam keluarga akan memberikan berkat kedamaina  bagi keluarga yang mengerjakannya (ay.2-4). Dan kebenaran akan keintiman pada relasi kepada Tuhan akan memberikan berkat sejahtera bagi keluarga yang melakukannya (ay.5-6).
Hendaklah setiap keluarga mengupayakan, mengerjakan, melakukan kebenaran-kebenaran Firman Tuhan dalam kehidupan tiap pribadi atau dalam hidup bersama dalam satu wadah keluarga. Tuhan Yesus Kristus memberkati kita semua. Amin


Pujian Anak KSM

Anak-anak Sekolah minggu membawakan pujian di Kebaktian Umum.