Sunday, October 26, 2014

Sang Debora yang Manis dan Berani

(Gal.4:12-20)

Perempuan adalah pribadi yang tidak diperhitungkan dalam budaya dan tradisi Israel dari masa Perjanjian Lama bahkan sampai masa Perjanjian Baru, sampai Paulus menuliskan dalam I Korintus 14:34 tentang peraturan bagi perempuan dalam rumah ibadah "Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat".
Hal itu juga terlihat dari gaya penulisan Alkitab yang tidak memprioritaskan perempuan dalam penulisannya, Lukas menuliskan Kisah Para Rasul  4:4 "Tetapi di antara orang yang mendengar ajaran itu banyak yang menjadi percaya, sehingga jumlah mereka menjadi kira-kira lima ribu orang laki-laki". Markus menulsikan peristiwa mujizat Yesus ketika lima roti dan dua ikan yang mampu mengenyangkan lima ribu orang. Markus 6:44 "Yang ikut makan roti itu ada lima ribu orang laki-laki". Sesungguhnya yang bertobat dan juga yang ikut makan roti dan ikan yang diberkati oleh Tuhan Yesus lebih dari lima ribu orang, karena terdapat juga perempuan-perempuan dalam kumpulan itu, tetapi mereka tidak disebutkan.
Maka dalam tradisi patriakhal yang begitu kuat, seorang perempuan menjadi pemimpin adalah perkara yang sangat janggal dan aneh bagi mereka. Tetapi Debora menunjukkan kemampuan dan kehormatan seorang perempuan ketika ia menjadi Hakim. Ternyata jauh sebelum R.A. Kartini memperjuangkan harkat dan martabat perempuan di Indonesia, Debora telah melakukan hal yang lebih luar biasa.
Tetapi sekalipun demikian ia tetap menghargai laki-laki sebagai pemimpin dan kepala dari perempuan, terlihat ketika bangsa Israel harus menghadapi Sisera, ia tidak langsung mengambil inisiatif untuk maju sendiri dan merebut kemenangan yang pasti akan menaikan nama dan pamor dari Debora, tetapi ia meminta Barak yang ia anggap mampu memimpin dalam perang untuk maju memimpin bangsa Israel untuk berperang.
Selain mampu menghargai laki-laki, Debora juga adalah seorang perempuan yang berani dan bertanggung jawab atas tugasnya, karena akhirnya Debora sendiri yang turun memimpin perang ketika Barak tidak berani melakukannya.
Jadilah Debora yang manis dalam bersikap dan Berani dalam setiap tindakan serta bertanggung jawab atas setiap tugas sebagai seorang perempuan.  #Pdt. Muria Ali, S.Th.



Sunday, October 19, 2014

“Kebenaran : Otokritik atas kehidupan Bergereja”

(Gal.4:12-20)

Pada tanggal 31 Oktober 1517 Martin Luther mempublikasikan 95 dalil yang berisi mengenai protes ataupun kritiknya terhadap pengajaran dan praktek ke-agamaan gereja Katolik yang dirasakan telah menyimpang dari kebenaran.  Terutama kritik terhadap ajaran Indulgensi yang menyatakan bahwa gereja di beri wewenang oleh Tuhan untuk mengurangi hukuman di dalam api penyucian.  Di tambah lagi pada masa Paus Leo X menjual surat Indulgensi untuk menopang pembangunan Basilika Santo Petrus.  Kritik juga ditujukan kepada gereja Katolik yang melakukan praktek jual beli jabatan rohaniwan.  Dalam proses reformasi tersebut beberapa reformator seperti Jan Hus di hukum mati dan John Wyclif di bakar.  Dari proses reformasi itulah selanjutnya  gereja Katolik terpecah, sebagian mengikuti para reformor dan menjadi gereja-gereja Protestan.  Maka 31 Oktober diperingati sebagai hari Reformasi.
Meskipun resikonya sangat besar namun otokritik (mengkritisi diri) sangat diperlukan agar gereja kembali pada jalan kebenaran Tuhan.  Paulus juga melakukan kritik kepada jemaatnya di Galatia karena mereka terseret dalam arus pengajaran Yudaisme yang kembali menekankan kepada praktek hukum Taurat secara ketat (4:9-11).  Dengan memelihara hari-hari, bulan-bulan dan masa-masa tertentu, juga dengan menekankan pada sunat lahiriah (5:2).  Paulus menegaskan bahwa Kristus sebenarnya telah memerdekakan umatnya (5:1).  Sehingga tidak perlu umat jatuh dalam perhambaan lagi.  Paulus menasehati agar jemaat hidup dalam esensi hukum Taurat, yaitu kasih (5:14). Nampaknya karena kebenaran yang disampaikannya itu maka Paulus di musuhi oleh pihak-pihak jemaat yang berseberangan dengan pandangannya tersebut (4:16).  Padahal sebelumnya hubungan seluruh jemat Galatia dengan Paulus sangat harmonis (4:14).
Bagaimanapun otokritik tetap harus dilakukan agar kehidupan jemaat tetap dalam kebenaran Kristus.  Jangan sampai karena sungkan dan takut terjadi konflik maka tidak berani mengkritisi  ajaran dan praktek gereja yang salah.  Namun seyogyanya otokritik disampaikan dengan cara yang bijaksana sehingga dapat diterima dengan baik esensinya oleh semua pihak tanpa menimbulkan konflik yang destruktif. Bagi yang di kritik perlu mempunyai sikap hati yang terbuka, rendah hati, dan pemikiran yang bening.  Apabila dirasa kritik tersebut dapat dipertanggungjawabkan seturut dengan firman Tuhan maka dengan rendah hati bersedia untuk berubah menjadi lebih baik.
#Pdm.Iwan Firman Widiyanto, M.Th.


Sunday, October 12, 2014

Bekerja Selama Masih Siang

(Yohanes 9:4 & Roma 12:11)

Sebenarnya kehidupan di dunia ini dibatasi oleh ruang dan waktu. Sama seperti Pengkhotbah pasal 11 merinci sedemikian rupa bahwa segala sesuatu itu ada waktunya. Maka tidak ada satupun yang bebas dari keterbatasan artinya semuanya terbatas.
Yesus berkata: “Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang, akan datang malam, dimana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja.” (Yohanes 9:4). Kata-kata Yesus ini bertujuan untuk me-motivasi setiap orang dan terkhusus para murid saat itu supaya selalu siap, giat dan semangat untuk aktif terlibat dalam karya pekerjaan Tuhan. Yesus juga mengingatkan supaya pekerjaan Tuhan tidak boleh ditunda-tunda sebab waktu itu sangat terbatas. Selain dari itu, tak kalah penting bahwa pernyataan Yesus di atas merupakan warning bahwa suatu saat akan ada penghambat dan penghalang bagi setiap aktifitas hidup manusia, termasuk pekerjaan melayani Tuhan.
Di dalam ayat di atas boleh jadi kata “siang” diartikan sebagai bentuk kesediaan waktu yang bisa kita pergunakan untuk beraktifitas. Kemudahan dan kelancaran masih tersedia se-perti; hidup yang masih ada, tenaga yang masih ada, pikiran yang masih cemerlang, kesehatan masih baik dsb. Tetapi sebaliknya, kata “malam” diartikan sebagai bentuk tidak tersedianya waktu yang digunakan untuk beraktifitas. Mungkin saja karna ada hambatan dan penghalang seperti; kesehatan yang kurang baik, daya pikir yang sudah mulai menurun, usia yang semakin bertambah dan belum lagi hambatan-hambatan yang sifatnya eksternal, misalnya; situasi politik dan ekonomi bangsa, ekstrimisme ideologi dalam masyarakat, radikalisme keagamaan dsb.
Hari ini, kita bersyukur karena menyaksikan anak-anak Tuhan yang menyediakan waktu dan hidupnya sebagai alat Tuhan, menyaksikan seluruh jemaat yang kompak mendukung pelayanan Tuhan. Seperti Roma 12:11 berkata: “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.” Amin


Sunday, October 5, 2014

Kesediaan Hati untuk Berubah

(Yohanes 4:1-19)

Pertanyaan sekaligus harapan yang muncul dalam hati bagi banyak orang adalah bagaimana caranya supaya setiap orang harus selalu berubah dari hari ke hari ke arah yang lebih baik. Misalnya; Suami-istri ber-sama-sama bergumul agar mengalami perbaikan-perbaikan dan perubahan-perubahan yang baik dalam hidup berkeluarga, orang tua di rumah bergumul agar anak-anaknya mengalami perubahan demi perubahan ke arah yang lebih baik. guru di sekolah bekerja keras agar anak didiknya mengalami perubahan ke arah yang baik, para tuan dan bos mengharapkan perubahan yang baik bagi kinerja para karyawan/bawahannya, para rohaniwan selalu berdoa agar umat dilimpahkan perubahan hidup yang semakin hari-semakin baik.
  Patut diapresiasi bahwa seyogianya setiap manusia harus mengerjakan perubahan-perubahan dalam hidupnya. Apabila seseorang tidak mau atau tidak dapat ber-ubah maka tergilas oleh kehidupan. Sejalan dengan itu, mengutip tujuan mulia seorang presiden RI terpilih Joko Widodo mengemukakan bahwa Indonesia Hebat harus dimulai dari revolusi mental. Maka salah satu sarana yang  tepat untuk mendaratkan revolusi mental adalah melalui dunia pendidikan. Wadah-wadah pendidikan harus memperkuat pendidikan bersifat karakter dialirkan kepada para objek didik. Bagi Jokowi, degradasi moral yang dialami bangsa saat ini (korupsi, tindakan kriminal, dll) akan berubah menjadi bangsa yang memiliki karakter dan sikap yang baik dan terpuji apabila menyediakan diri dan hati untuk berubah.
Memang banyak orang beranggapan bahwa karakter seseorang tidak dapat diubah karna sudah bawaannya sejak dari sananya. Tetapi menurut teori psycho-analysist, karakter dapat diubah jika pribadi tersebut dengan sadar mau untuk merubahnya. Maka peristiwa yang dimunculkan oleh Yesus saat bertemu dengan seorang perempuan Samaria yang hidupnya dalam gerbang kehancuran, adalah salah satu contoh efektif terlihat nyata pengaruh perubahan (ay. 39-42). Mengapa? Karena ada HATI yang disiapkan untuk menerima saran, nasehat dan bekal untuk kebaikan berkarakter. Tuhan Yesus memberkati. Amin. #NZ