Sunday, June 21, 2015

Ketika di Persimpangan

(Keluaran 1:8-22)

Hidup tidak selamanya berjalan dengan mulus. Adakalanya orang harus melewati batu-batu besar atau kerikil-kerikil kecil. Adakalanya orang harus terpaksa meninggalkan singgasana kenyamanannya dan hidup dalam wilayah ketidaknyamanan. Dan itu semua dapat terjadi secara tiba-tiba. Tak seorangpun dapat menolak atau menghindar ketika pembalikan keadaan itu datang. Sikap yang terbaik adalah menerimanya dengan tulus dan menjalaninya dengan ikhlas.
Orang Israel tentu tidak pernah menyangka bahwa pada suatu masa akan datang seorang pemimpin Mesir yang sama sekali tidak mengenal Yusuf. Meski secara logika tidak masuk akal, karena Yusuf merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah Mesir, namun inilah faktanya. Bahwa sungguh-sungguh telah muncul seorang Raja Mesir yang sama sekali tidak mengenal siapa Yusuf. Akibatnya, ia menganggap keturunan Yusuf tidak ubahnya seperti benalu yang merugikan orang-orang Mesir. Karena itulah maka ia menggunakan segala macam cara untuk membinasakannya. Caranya? Yakni dengan menindas semua orang Israel yang ada di Tanah Mesir. Maka sejak saat itu, kehidupan orang Israel benar-benar telah berubah.
Kini, Orang-orang Israel harus hidup di dalam kerja paksa dan tertindas. Sudah pasti semua itu tidak diharapkan oleh Orang Israel. Namun itu adalah realita hidup yang harus mereka jalani. 
Bp/Ibu/Sdr, seringkali kita juga dibawa oleh Tuhan masuk dalam situasi-situasi yang seperti ini. Inilah yang disebut sebagai “PERSIMPANGAN HIDUP.” Sebuah keadaan di mana kita dituntut untuk memilih sikap yang paling tepat, untuk dapat keluar dari berbagai pergumulan hidup. Memang tidak mudah! Tetapi bersama dengan Tuhan, kita pasti ditunjukkan jalan yang paling tepat dan terbaik. Sehingga kita sampai kepada tujuan yang kita impikan, yakni kemenangan.  PERSIMPANGAN BUKAN AKHIR HIDUP KITA, PERSIMPANGAN ADALAH KESEMPATAN UNTUK MEMBUKTIKAN BAHWA JALAN TUHAN ADALAH JALAN YANG TERBAIK.


Sunday, June 14, 2015

Kunci Kesetiaan: Kejujuran

(Matius 26:69-75)

Dari perspektif penciptaan, secara teologi manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah - Kejadian 1:26-27. Hal itu menegaskan bahwa manusia sempurna diciptakan oleh Allah, oleh karena itu manusia memiliki karakter yang sempurna. Salah satu karakter manusia ialah KEJUJURAN. Tetapi, setelah manusia jatuh ke dalam dosa, maka karakter manusia menjadi rusak. Manusia menjadi lebih suka bohong dari pada hidup jujur. Mengapa demikian? Karena kalau hidup jujur sudah pasti tidak akan mendapat untung. Sebaliknya, kalau bohong mendapat untung. Inilah paradigma yang sudah terbangun secara umum dalam diri manusia.
Cara pandang yang menganggap bahwa berbohong itu untung tentu tidaklah benar. Menurut Alkitab, bohong itu dosa, sehingga sebenarnya berbohong itu tidak ada untungnya. Iblis telah memutar-balikkan fakta karena memang dia adalah bapa pendusta dari mulanya. Jadi, seharusnya kita memutuskan untuk mulai berhenti berbohong dan berkatalah jujur. Karena, kalau kita jujur dijamin pasti ada untungnya.
Pertanyaannya ialah: "Apa untungnya kalau kita hidup jujur? Berikut beberapa keuntungan yang akan kita peroleh, bila kita hidup jujur. Pertama, Kejujuran mendatangkan ketenangan (Mzm 32:10-11 bdk Mat 26:69-70). Orang kalau bicaranya jujur dan hidupnya tulus, pasti mengalami ketenangan. Dan orang yang hidupnya tenang pasti lebih sehat, sehingga orang yang jujur kata Alkitab selalu bersorak-sorak. Kedua, Kejujuran membawa hidup yang lebih dekat dengan TUHAN Allah (Amsal 3:32 bdk Matius 26: 71-74b). Orang jujur hidupnya dekat sama TUHAN Allah. Me-ngapa? Karena di dalam TUHAN Allah tidak ada yang dusta. Di dalam TUHAN Allah tidak ada kemunafikan. Dikatakan demikian karena Dia adalah Allah yang benar dan di dalam Dia tidak ada ketidak-benaran. Ketiga, Kejujuran mendatangkan berkat yang luar biasa (Yesaya 33:15-16 bdk. Matius 26: 74b-75). Orang jujur hidupnya dijamin oleh TUHAN Allah. Di mana ada kejujuran, maka TUHAN Allah akan memerintahkan berkat-berkat-Nya ke dalam perbendaharaan atau ke dalam lumbung-lumbung atau ke dalam pundi-pundi orang-orang jujur. Keempat, Kejujuran pada akhirnya pasti melihat kemenangan besar - Mazmur 140:14; Amsal 2:21-22. Ketika kita bicara jujur dan berjalan dalam ketulusan tentunya kita akan menemui tantangan, hambatan, kesulitan dan sebagainya. Untuk sementara jalan orang jujur berat dan lambat. Kadang kala jalan yang ditempuh oleh orang jujur untuk sementara penuh onak dan duri. Tetapi, hasil akhirnya TUHAN Allah mendatangkan kemenangan yang besar bagi orang-orang jujur. Marilah kita belajar untuk hidup jujur dan dalam ketulusan. Patut diakui bahwa untuk hidup jujur memang tidak gampang. Tetapi, di manapun orang jujur berada mujizat dan kemenangan dari TUHAN Allah menyertainya, ke-setiaan kita pada Yesus semakin nyata. Amin


Sunday, June 7, 2015

Kunci Kesetiaan: Keterbukaan

(Yohanes 4:1-42)

Ibarat hubungan suami istri akan langgeng dan tercium aroma kesetiaan oleh karena satu dengan yang lain saling membuka diri. Keterbukaan adalah sarana untuk hidup subur dalam sebuah taman berkat dan kebahagiaan karena satu dengan yang lain saling mengerti dan memahami. Demikian juga dalam kehidupan kerohanian….!!! Setiap orang harus me-miliki hati yang terbuka kepada Allah. Terbuka terhadap kesalahan diri sendiri tetapi juga terbuka terhadap nasehat Firman Tuhan.
Yesus dalam percakapannya dengan seorang wanita Samaria, merupakan contoh masalah keterbukaan dari pandangan Alkitab. Keterbukaan membawa berkat dan kehidupan. Keterbukaan Yesus membawa perempuan Samaria juga terbuka kepada-Nya, yang menjadikan perempuan Samaria mampu bersaksi kepada publik. Yesus tidak langsung meminta perempuan Samaria itu untuk mengabarkan berita keselamatan kepada orang Samaria. Yesus secara pelan-pelan melayani perempuan Samaria itu sampai dia mengalami kebebasan melalui keterbukaannya. Setelah perempuan itu mengalami kebebasan, tanpa dimintapun dia bersaksi kepada orang lain. Hal ini sungguh luar biasa karena seorang wanita Samaria kafir yang tertutup menjadi seorang perempuan Samaria percaya yang terbuka.
Prinsip pertama yang dapat kita lihat adalah Yesus yang memulai membuka dirinya terhadap orang lain. Prinsip kedua, Yesus adalah seorang pemimpin yang penuh dengan integritas dan dapat dipercaya. Sedangkan dari pihak perempuan Samaria ini berani mengungkapkan seluruh kekurangannya di hadapan Tuhan dan bahkan bersedia untuk dikoreksi tanpa tersinggung oleh nasehat dari Tuhan Yesus.
Maka keterbukaan harus melibatkan dua pihak yang sedang berelasi dan berinteraksi. Bersama-sama untuk saling memberi dan menerima, demikian sebaliknya. Lihatlah lawatan Allah turun atasmu. Amin


Sunday, May 31, 2015

Yang Tak Layak di Hatinya

(Matius 10:34-42)

Ketika seseorang menjadi murid Yesus sebenarnya dia diperhadapkan dengan suatu masalah. Hal ini yang kadang-kadang bagi orang Kristen belum dipikirkan karena menjadi murid Kristen tidak senantiasa enak, tetapi banyak pahitnya. Marilah kita simak dan pelajari ayat-ayat ini:
1. Yesus menyodorkan pertentangan (34-37)
Perkataan Tuhan Yesus ayat 34 sangat mengejutkan. Mengupayakan perdamaian memang harus menjadi bagian hidup PR pengikut Yesus. Namun untuk mewujudkan damai justru sering menimbulkan konflik dan perpecahan. Maka kata “pedang” di sini tentu bukan berarti harafiah, melainkan metafora; pertentangan dan penderita.
2. Yesus memberi salib (38-39)
Ketika seseorang menjadi murid Kristus, ia diperhadapkan pada salib, penderitaan dan kesengsaraan. Sebagai pengikut Kristus kita harus berani mengorbankan ambisi dan kepentingan pribadi. Kita harus rela mengorbankan kemudahan, kenikmatan yang selama ini kita rasakan.
3. Yesus memberi upah
A) Upah nabi: Kita semua tidak bisa menjadi nabi yang berkhotbah memberitakan Firman Tuhan. Akan tetapi barangsiapa di antara kita yang menyebut Tuhan dengan ramah dan sukacita akan menerima upah yang sama besarnya dengan upah yang diperoleh oleh para nabi itu sendiri.
B) Upah orang benar.
Tidak semua kita bisa hidup benar dan menjadi contoh orang lain. Tetapi barangsiapa menolong dan membantu orang lain menjadi baik, akan menerima upah yang mulia.
(Ibu Wiwin)

Sunday, May 24, 2015

Menanti Pemulihan

(Kisah Rasul 2:1-4)

Terpuruk, gagal, kurang beruntung atau kurang berhasil adalah bukan kenyataan yang diinginkan oleh banyak orang. Tidak ada seorangpun yang ber-happyria karena terus menerus menjalani kehidupan yang penuh masalah dan ke-sulitan. Semua orang berupaya agar; usahanya, pekerjaannya, keluarganya, studinya, cita-citanya, kesehatannya tetap ter-jamin setiap waktu. Semua orang menghendaki yang terbaik tercurah dan melimpah dalam hidupnya.
Salah satu peristiwa yang bernilai sejarah dalam kehidupan kekristenan mula-mula adalah saat pencurahan Roh Kudus. Para murid dan jemaat mula-mula adalah orang-orang yang sebelumnya hidup dalam dilematika. Selama ini telah terbiasa bersama-sama dengan   Yesus, tetapi sekarang Yesus telah naik ke Surga dan meninggalkan mereka. Potensi untuk merasa kecewa, putus asa, dan ragu-ragu terbuka lebar…!!! Semangat yang dulu mulai berkurang, bahkan cenderung mati.
Namun, peristiwa pencurahan Roh Kudus telah menjadi titik awal kebangkitan dari segala bentuk keterpurukkan. Kuasa Roh Kudus telah memberikan kepada jemaat mula-mula, wibawa, keberanian memberitakan Injil, kuasa untuk mengusir setan, kuasa untuk me-nyembuhkan sakit penyakit, kuasa untuk bersatu hati, kuasa untuk mengelola keluarga dengan baik, kuasa untuk bertahan dan kuat dalam menghadapi tantang hidup dsb.
Roh Kudus menolong, menyertai, dan menuntun hidup kita. Apakah saya dan saudara termasuk pribadi yang sedang menanti pemulihan? Biarkanlah dirimu dipenuhi oleh Kuasa Roh Kudus dan terimalah Dia dalam hidupmu dengan iman yang penuh. Kita butuh doa, per-sekutuan, dan pujian agar kita tetap dipulihkan. Amin (Zega)


Sunday, May 17, 2015

Kasih dan Kebenaran: Setali Tiga Uang

(Kisah Rasul 4:32-5:11)

Tidak sedikit orang percaya gagal dalam mempraktekkan kasih dan kebenaran, walaupun ada juga anak-anak Tuhan yang berusaha dan bersedia menghidupkan sikap yang mulia ini dalam hidupnya sehari-hari. Cukup rumit menggandengkan dan melakukan secara bersamaan dua hal; kasih dan kebenaran. Perlu direnungkan bersama-sama apakah kita dalam melakukan kasih terdapat unsur ke-benaran? Demikian sebaliknya, apakah kita dalam me-negakkan kebenaran terdapat unsur kasih? Kasih dan kebenaran adalah setali tiga uang; tidak bisa dipisahkan.
Bercermin dari Kitab Suci, khususnya tentang kenyataan hidup bergereja jemaat mula-mula. Memberikan gambaran yang menarik kepada kehidupan bergereja kita sekarang ber-kenaan dengan mempraktekkan kasih dan menegakkan kebenaran dalam kehidupan nyata. Dalam penuturan Lukas menegaskan secara gamblang kasih yang sangat indah terjalin dalam kehidupan jemaat mula-mula. Ayat 32 : … “mereka sehati dan sejiwa” – menunjukkan kualitas hubungan yang akrab dan indah. Bahkan dalam ayat-ayat selanjutnya kental diperbincangkan tentang kasih yang berkualitas dalam hidup kebersamaa mereka.
Tak terlupakan juga kisah yang orang yang menjual ladangnya adalah aksi nyata dari perbuatan kasih yang sejati. Yang pertama adalah Yusuf Barnabas; menjual ladangnya dan mempraktekkan kasih dan kebenaran dengan membawa uangnya di depan kaki rasul-rasul (ayat. 37). Tetapi yang lain adalah keluarga Ananias dan Safira; juga menjual ladangnya namun mereka sepakat (ayat.2) untuk menahan sebagian dari hasil penjualan lading tersebut.           Akibatnya fatal…!!! Ketika Petrus menegurnya, mereka berdua mati. Mengapa? Karena me-reka tidak hanya mendustai manusia tetapi juga mendustai Tuhan. Oleh karena itu kasih dan kebenaran harus terlaksana dalam hidup kita dengan kompak dan tak terpisahkan. Selamat mempraktekkannya. Amin  # Pdt. Sumardi Setrakarya, M.Th


Sunday, May 10, 2015

Buah Pelayanan Paulus

(1 Tesalonika 1:1-10)

Rasul Paulus adalah figur hamba Tuhan yang layak diteladani semua orang percaya.  Meski dihadapkan pada banyak ujian dan penderitaan, komitmennya untuk melayani Tuhan tetap tak tergoyahkan.  Semangatanya memberitakan Injil Kristus terus membara.  Bagaimana dengan kita?  Alkitab enasihati,  "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan."  (Roma 12:11).  Di segala keadaan, semangat dan sukacita Paulus tak pernah berkurang sedikit pun dalam mem-beritakan Injil seperti yang ia ungkapkan di hadapan jemaat di Tesalonika ini.  Meski kedata-ngan Paulus dan rekan-rekannya di sana tidak berlangsung lama, namun pelayanan mereka membawa dampak yang luar biasa.  Itulah sebabnya Rasul     Paulus berkata,  "...kedatangan kami di antaramu tidaklah sia-sia."  (1 Tesalonika 2:1).  Ada buah-buah yang telah dihasilkan, di antaranya:  
1.  Iman jemaat di Tesalonika makin kuat.  "Sebab kami selalu mengingat pekerjaan imanmu, usaha kasihmu dan ketekunan pengharapanmu kepada Tuhan kita Yesus Kristus di hadapan Allah dan Bapa kita."  (1 Tesalonika 1:3);  dan itu telah tersiar di mana-mana.  Ini menunjukkan bahwa mereka memberikan respons yang baik terhadap pemberitaan firman yang disampaikan rasul Paulus.  "Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."  (Roma 10:17).  Kehidupan jemaat di Tesalonika menjadi kesaksian yang baik bagi banyak orang,  "...di semua tempat telah tersiar kabar tentang imanmu kepada Allah,"  (1 Tesalonika 1:8).
2.  Banyak orang bertobat.  Tadinya menyembah berhala, sekarang  "...berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk melayani Allah yang hidup dan yang benar,"  (1 Tesalonika 1:9).  Sungguh dahsyat kuasa Injil!  "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita."  (Ibrani 4:12).  Apakah keberhasilan ini oleh karena kehebatan rasul Paulus?  Bukan.
Karena pekerjaan Roh Kuduslah pelayanan Paulus menjadi berhasil;  jadi tanpa campur ta-nganNya, pelayanan kita tidak berarti apa-apa!  (Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Januari 2013)


Sunday, May 3, 2015

Semua karena Anugrahnya

(Efesus 1:1-9)

Bila kita jujur mengamati hidup kita, terlihat betapa seringnya kita tidak mampu melakukan sesuatu dan membutuhkan dukungan atau pertolongan dari luar diri kita. Bila dalam hal sehari-hari saja kita bergantung kepada "yang lain" (manusia, alam atau lingkungan hidup, dan sebagainya), apalagi dalam hal keselamatan jiwa. Keselamatan jiwa jauh di luar jangkauan kemampuan kita.
Mungkinkah manusia berdosa layak berjumpa dengan Allah yang Mahasuci? Efesus 1:1-9 menjelaskan bahwa; Tuhan yang mengaruniakan kepada manusia berkat rohani (1:3), Tuhan yang memilih agar kudus dan tak bercela (1:4), Tuhan menentukan kita sejak semuala supaya menjadi anak-anak Allah (1:5), Tuhan yang melimpahkan penebusan demi keselamatan jiwa kita (1:8). semuanya menggambarkan kepasifan dan ketidakberdayaan manusia, sekaligus keaktifan dan anugerah Allah. Jelaslah bahwa semua itu karena anugerah-Nya.
Kenyataan di atas mengajar kita untuk selalu rendah hati di hadapan Allah. Jangan sombong. Kita harus ingat bahwa sebagai makhluk ciptaan, semua kemampuan yang ada pada diri kita bukanlah berasal dari diri kita sendiri, melainkan berasal dari Sang Pencipta. Sebagai ciptaan, kita bergantung kepada anugerah Allah Sang Pencipta dalam segala hal, baik dalam hal keselamatan jiwa maupun dalam perjalanan hidup kita sehari-hari. Tempatkanlah diri kita dengan tepat sebagai manusia, dan tempatkanlah Diri Allah dengan tepat sebagai Allah, sehingga kehidupan kita dari awal sampai pada akhirnya menghasilkan syukur dan puji-pujian bagi kemuliaan Allah! 


Sunday, April 26, 2015

Menjadikanmu Lebih dari yang Lain

(Daniel 6:1-4)

Salah satu penyebab hilangnya sifat percaya diri pada seseorang adalah tawar hati. Amsal 24:10 berkata: Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu”. Dari mana tawar hati itu? Ketika kita menghadapi berbagai macam   tantangan, penderitaan, masalah, penyakit, banyak orang mulai tawar hati. Karna itu perlu strategi antisipasi utuk menangkis kehadiran  tawar hati dalam hidup kita. Jangan sampai tawar hati, karena kecillah kekuatanmu, tidak ada semangat.
Daniel adalah pribadi yang berpotensi dilanda oleh penyakit tawar hati, memungkinkan sekali untuk patah semangat dan bisa jadi kehilangan kepercayaan dirinya. Mengapa? Tidak mudah bagi Daniel untuk memahami bahwa dirinya tinggal di Babilonia ternyata seorang buangan alias tawanan. Tapi Daniel tidak menyerah pada nasibnya karena ia mempunyai roh yang luar biasa. Akhirnya Daniel menjadi orang kedua sesudah raja.
Firman Tuhan berkata bahwa di Babilonia, Daniel mempunyai jabatan dan kedudukan yang sangat tinggi. Menjadi pribadi yang berpengaruh dan berkualitas     karena Allah telah menaroh Roh Nya di dalam kehidupan Daniel. Daniel bukan orang yang biasa-biasa saja, melainkan pribadi yang luar biasa. Pribadi yang lebih dari yang lain, memiliki level yang di atas dari pada yang lain. Biasa artinya yang terbaik dari yang terburuk, atau yang terburuk dari yang terbaik. Tetapi yang terbaik artinya pilihan dari sekian banyak yang baik.
Jadilah pribadi yang lebih dari pada yang lain. Amin Tuhan memberkati.


Sunday, April 19, 2015

Kasih yang Berbuah dalam Karya Nyata

(Yohanes 21:15-19)

Dapatkah kita mengasihi Allah tanpa melayaniNya? Dapatkah kita me-layani tanpa mengasihi Allah? Di tengah-tengah kehidupan kita, sebagai murid Yesus, kita dipanggil bukan hanya untuk mengasihi Dia, bukan hanya untuk melayaniNya, namun juga mengikut Dia secara konstan 24X7 seumur hidup. Bagaimana caranya?
Dalam dialog pasca kebangkitan Kristus, Yesus meluangkan waktu-waktu terakhirnya sebelum kenaikanNya, dengan muridNya yang sangat dekat denganNya yaitu Petrus. Yesus menanyakan pertanyaan sederhana kepada Petrus, murid yang pernah menyangkaliNya 3 kali, murid yang berulang kali berlaku gegabah, namun sangat berapi-api di dalam cinta dan antusiasmenya selama mengikut Yesus, “Petrus, apakah engkau mengasihi Aku?”
Apakah Yesus, kurang percaya bahwa Petrus mengasihiNya sehingga Ia perlu bertanya 3 kali? Adakah maksud lain dari Yesus? Apa relevansi mengasihi Dia dengan menggembalakan domba-dombaNya?
Ada 3 hal yang kita bisa lihat:
1. Mengasihi Tuhan dan mengasihi dombaNya (sesama) adalah seperti mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
2. Yesus adalah Gembala yang Baik, yang telah memberikan nyawaNya bagi domba-dombaNya.
3. Mengasihi Tuhan, dan sesama, tidak bisa dilepaskan dari komitmen radikal kita di dalam mengikut Yesus sampai akhir.
Apa yang kita bisa pelajari dari perikop ini?
1. Kasih kita kepada Allah bukan sekedar kasih fileo, atau passion, tetapi harus berupa compassion dan action.   Bukan NATO (no action talk only). Tindakan nyata, bahkan kasih yang radikal bagi musuh-musuh kita sekalipun.
2. Yesus telah memberikan nyawaNya bagi kita, nilai-nilai pengorbanan Yesus, seharusnya terus menginspirasi kita untuk mengasihi dan melayaniNya lebih lagi, berani bayar harga, bukan menentukan harga. Pelayanan adalah pelayanan, bukan bisnis, pelayanan adalah pengorbanan, jangan hitung-hitungan dengan Tuhan. Kalau Ia memanggil kita untuk melayaniNya, Ia telah membayar lunas hidup kita dengan darahNya! Apalagi yang kita minta?
3. Kasih kepada Allah, dan komitmen untuk melayaniNya, tidak bisa dipisahkan dari komitmen radikal kita untuk mengikut Yesus sekali seumur hidup. Mengikut Yesus setiap hari 24X 7 hari, dimanapun, kapanpun, sampai kapanpun. Hingga maut memisahkan kita.  Beranikah kita memiliki iman radikal seperti ini, di zaman yang makin lebay ini? Following Him in the Changing World? Dunia ini membutuhkan tuntunan, bukan tontonan. Mari menjadi murid-murid Kristus yang mengasihi, dan melayani, serta mengikut Dia secara radikal, sekali sampai mati. Mau?
#Pdm. Andi OS, S.Kom, M.Div.


Sunday, April 12, 2015

Vocal Group Persekutuan Karangroto

Semua karena anugerah-Nya

Doa yang Berkuasa

(Yakobus 5:17-18)

Elia bukanlah makhluk ilahi atau setengah    Allah, bahkan bukan seorang superman rohani! Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, ia juga adalah manusia berdosa seperti kita, ia juga mempunyai kecondongan kepada dosa seperti kita, ia juga mempunyai perasaan-perasaan yang sama seperti kita, dan juga mengalami hal-hal yang sama dengan kita. Karena itu dalam 1 Raja 19:3 dikatakan bahwa Elia juga merasa takut (Catatan: takutnya Elia di sini diperdebatkan), dan dalam 1Raja 19:4 Elia merasa putus ada / frustrasi/depresi sehingga minta mati. Pada waktu ia berdoa/mau berdoa, mungkin sekali Elia juga dipengaruhi oleh keraguan, ke-tidakpercayaan, kemalasan, dsb, tetapi ia berhasil mengatasi semua itu dan berdoa dengan sungguh-sungguh sehingga menghasilkan jawaban doa yang luar biasa. Bebe-rapa tokoh lain dalam Alkitab mengalami doa yang luar biasa berkuasa seperti Abraham, Ayub, Daud, Paulus, Petrus dsb. Bagian ini penting, untuk ditiru dan diteladani.
Yak 5:17-18 menceritakan tentang Elia dan doanya. Doa Elia berkuasa dan efektif. Dengan doanya ia: menghentikan hujan selama 3 1/2 tahun (ay 17b), menurunkan hujan (ay 18 1Raja 18:42-45), menurunkan api dari langit (1Raja 18:36-38), menghidupkan kembali anak janda di Sarfat (1Raja 17:17-24), dsb. Selain Elia juga terlihat: Kasus Musa yang berdoa untuk Israel yang sedang berperang (Kel 17:8-13), kasus matahari yang berhenti atas doa Yosua (Yos 10:12), kasus matahari yang mundur atas permintaan Hizkia (2Raja 20:9-11).
Karena itu apapun problem saudara, dan berapapun besar dan hebatnya problem saudara, berdoalah! Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Tetapi dalam hal ini perlu diberi satu catatan, yaitu: ini tidak berarti bahwa doa bisa mengubah kehendak/rencana Tuhan (1Yoh 5:14 Yer 7:16 Yer 15:1 Yer 14:11 Yeh 14:14,16,18,20). Juga lihat waktu Abraham berdoa untuk Sodom dan Gomora (Kej 18:16-33). Karena itu pada waktu berdoa kita tetap harus meniru teladan Yesus yang tunduk pada kehendak Bapa (Mat 6:10 Mat 26:39,42). Amin.


Sunday, April 5, 2015

Renungan Paskah


Kebangkitan Tuhan Yesus memberikan harapan baru, kehidupan baru dan berkat yang baru bagi kita. Mengapa?
Pertama, Yesus bangkit agar hidup kita dipulihkan/dibebaskan. Apa pun jenis  ”kubur” yang ada dalam kehidupan kita, baik itu kubur berupa keragu-raguan, ketidakpastian, keputusasaan, ketakutan, sakit hati, rintihan kepedihan  dan yang lainnya; yakinlah, ada campur tangan Allah dalam kehidupan kita. Tanda campur tangan Allah adalah bahwa Allah menyuruh malaikat untuk datang menggulingkan batu penutup kubur Yesus, kubur itu kosong dan ditemukan hanya kain kafan penutup tubuh Yesus saja yang ada (bdk. Luk. 24:1–12).
Sepanjang perjalanan kita bersama Yesus, tempat kita – seharusnya – tidak berada dalam kubur ke-takutan, keragu-raguan, keputusasaan atau juga sakit hati dan rintihan kepedihan kita. Tetapi tempat kita adalah bersama-sama dengan Tuhan yang telah bangkit, menikmati semua janji-janji yang telah difirmankan-Nya dan menerima kemenangan demi kemenangan.
 Kedua, Yesus bangkit untuk memastikan “jaminan” Kehidupan Kekal. Kebangkitan Kristus telah memberikan kepastian kepada kita dan dunia, bahwa hidup ini tidak akan berakhir pada kematian semata-mata. Tetapi justru kebangkitan Kristus memberikan kepastian baru bahwa di balik kematian ada kehidupan baru yaitu kehidupan kekal. Bukankah Kristus sendiri telah menyatakan, ”Akulah kebangkitan dan hidup, barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah    mati” (Yoh. 11:25). Kebangkitan Kristus telah memberikan makna yang baru dalam kehidupan kita,  yaitu suatu kemenangan yang akan kita nikmati selama kita hidup bersama dengan Tuhan. Kebangkitan Kristus menjadi dasar iman bagi setiap orang yang percaya untuk melihat dan membuktikan betapa dahsyatnya kuasa Kebangkitan Tuhan Yesus. 
Ketiga, Yesus bangkit untuk menyatakan janji Penyertaan Tuhan sepanjang hidup.
Kristus yang bangkit itu memberikan janji dan penyertaan-Nya kepada kita, "Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman (Mat. 28:20). Janji  ini hanya bisa diberikan oleh satu pribadi yang Hidup dan memiliki otoritas penuh dan total atas kehidupan manusia. Janji penyertaan Tuhan Yesus ini memberikan penghiburan bagi kita karena Tuhan Yesus tidak pernah meninggalkan kita (Ibrani 13:5b). Tuhan berjanji, dalam kondisi apa pun kita akan diberi kekuatan untuk menanggung  segala perkara (Fil. 4:13). Perkara yang kita alami bagaikan proses ujian Tuhan bagi kita agar kualitas iman kita semakin sempurna.


Sunday, March 29, 2015

Ya Bapa Kedalam TanganMU Kuserahkan NyawaKu

(Lukas 23:44-49)

Ketaatan Yesus pada Bapa membuat Dia menanggung derita. Se-andainya Dia mau, Dia bisa menolak. Dia bisa menghancurkan dan membunuh para prajurit yang mau menangkap-Nya hanya dengan sepatah kata, karena firmanNya berkuasa. (Yoh. 18, 4-6).Tetapi itu tidak dilakukanNya. Dia masuki hadirat Allah, Dia tunduk pada rancangan Allah untuk keselamatan dunia ini. Yesus tidak menggunakan kuasa yang ada padaNya melindungi Diri-Nya. Dia rela menjadi manusia yang tak berdaya, lemah, rapuh dan membiarkan Diri-Nya ditangkap, dibelenggu dan disiksa oleh tangan-tangan manusia yang kejam karena kasih-Nya yang dalam bagi dunia. Dia tidak memakai kuasa yang dimiliki untuk lari dari masalah yang dihadapiNya.
‘The Passion of the Christ’, yang disutradarai oleh Mel Gibson. Film yang menceriterakan penderitaan Tuhan Yesus secara amat dashyat dan sangat mengerikan. Dia dicambuk dengan cambuk yang ujungnya besi tajam, benda yang menghancurkan dan merobek tubuh  Tuhan yang suci dan kudus. TubuhNya yang luka terinfeksi karena kena ludah, di mana di-dalamnya ada ribuan bakteri yang menambah luka itu makin nyeri. Pemandangan itu sangat memilukan dan menyanyat hati. Akan tetapi, Tuhan yang tidak bersalah, menanggung derita itu, dengan tabah dan tekun sampai mati di kayu salib. Petrus membahasakannya (1 Petrus 2, 24): ‘Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh’.
Bahkan, seruan yang terakhir diungkapkanNya sebelum Ia mati: “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu”. Dia kritis, nafasnya tidak normal karena derita yang dialami, jantungnya membengkak sampai kehilangan kesadaran. Dia sangat kesakitan, tetapi dalam ketidaksadaran itu, Dia menyerahkan nyawaNya kepada Bapa. Kemampuan itu terjadi karena semasa hidupNya, Dia dipenuhi Firman Tuhan, maka ketika kesadaran hilang, Dia dapat menyerahkan hidupNya pada Tuhan. Peristiwa itu dapat membawa hati kita tidak hanya pada rasa takjub yang penuh haru, tetapi juga rasa syukur di sepanjang hidup kita.
Penderitaan Yesus, sekaligus mengajar kita untuk juga siap, tabah, kuat dan berani menghadapi segala penderitaan. Yesus telah memberi kita kekuatan untuk bertahan dalam derita dan kematian. Kita pun orang Kristen mestinya tak mudah berputus asa atau mengeluh, tetapi mempunyai kekuatan Iman menghadapi setiap kesukaran dan kesulitan.Amin


Sunday, March 22, 2015

Sudah Selesai

(Yohanes 19:30)

Ucapan”Sudah selesai” adalah ucapan yang biasanya diucapkan dengan perasaan senang atau hati yang lega/plong. Walaupun ucapan Tuhan Yesus,“Sudah selesai”, diucapkan Yesus di kayu salib, dan dengan tarikan dan hembusan nafas yang terakhir, saya meyakini kata-kata itu diucapkan oleh Yesus dengan rasa senang, lega , plong. Mengapa? Sebab :
1. Yesus Menyelesaikan Tugas Menjadi Tebusan (Yoh. 1:29, Rom. 5:6-9).
Yesus sudah melakukan tugas tepat seperti yang Allah Bapa perintahkan. (Yoh. 17:4) TugasNya untuk mati di kayu salib untuk menyelamatkan umat yang berdosa dari kebinasaan kekal. (Yoh. 3 : 16, 36). Dia akan dibangkitkan oleh Allah Bapa pada hari ke tiga sesudah kematianNya. ( Mat.16: 21). Tugas atau misi yang diberikan pada Yesus oleh Allah Bapa adalah untuk membebaskan manusia dari belenggu dosa, melalui KematianNya. Dosa dihapus, Iblis dikalahkankan.
2. Yesus Menyelesaikan Tugas Panggilan (Yoh. 17:4, Kis. 20:24).
Tugas/misi yang kedua diberikan Allah Bapak pada Yesus, yaitu mempedulikan sesama, melakukan tugas kemanusiaan. Menolong orang yang menderita. Me-ngasihi sesama seperti diri sendiri. Inilah yang harus diketahui oleh Yohanes Pembaptis dan murid-muridnya. Perkataan “Sudah selesai”, maksudnya, tugas Yesus penyelamatan manusia melalui salib dan melakukan tugas kemanusiaan selama Dia berada di dunia telah selesai. Yesus harus kembali ke Sorga, dan tugas penyelamatan dan kemanusiaan itu di dunia diberikan kepada umat tebusannya, umat percaya, Saudara dan saya.
Hendaklah kita menjadi jemaat-jemaat yang siap mengemban dan menyelesaikan tugas kita masing-masing. Jangan undur di tengah jalan tetapi mari kita menjadi agen-agen Allah yang menyelesaikan tugas kita dengan tuntas. Tugas menjadi orang percaya, tugas menjadi pemberita Injil, tugas menjadi orang beriman, tugas menjadi pelayan, tugas menjadi jemaat, tugas menjadi aktifis dsb. Amin


Sunday, March 15, 2015

Aku Haus

(Yohanes 19:28-30)

Mengenai perkataan-perkataan Yesus di atas kayu salib. Bukan hanya dikhotbahkan tetapi juga telah banyak buku yang ditulis untuk mengulas ke-7 perkataan tersebut. Seorang teolog Hindu yang berasal dari India, bernama Anand Kumar Raju, juga merasa tertarik terhadap ke-7 perkataan Yesus di atas salib kemudian menuangkan hasil refleksinya mengenai ke-7 perkataan tersebut. Begitu signifikannya dan menarik perhatian bagi kekristenan.
Apa arti perkataan Yesus “Aku Haus”? Teriakan Yesus, “Aku haus” mengandung unsur pengorbanan. Bahwa teriakan tersebut mengindikasikan bahwa Yesus sedang menanggung sesuatu yang tidak sepatutnya Ia tanggung. Apa yang menjadi milik-Nya: kemuliaan, kesenangan, ketiadaan penderitaan, hubungan yang tidak terputuskan antar-Pribadi Allah Tritunggal, dsbnya dengan rela Ia biarkan meninggalkan diri-Nya. Yesus benar-benar bergumul serius dengan penderitaan tersebut, padahal Ia tidak patut menanggung itu. Inilah yang Ia katakan di awal pelayanan-Nya bahwa Ia datang untuk memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang (Mrk. 10:45).
Penderitaan yang dialami-Nya bukan karena semata-mata Ia ingin menderita, tetapi karena kehendak Allah yang telah menetapkan penderitaan itu sebagai tujuan kedatangan-Nya. Dengan kata lain, penderitaan tersebut bukan merupakan sebuah penderitaan yang sengaja direkayasa untuk menarik simpati orang. Yesus benar-benar menderita karena Ia tahu bahwa itulah kehendak Bapa. Dan itu terjadi demi keselamatan kita
Jangan kita sia-siakan pengorbanan dan kesengsaraan Yesus. Amin


Sunday, March 8, 2015

Eli Eli Lama Sabakhtani

(Matius 27:46)

Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’ Artinya: AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Ini adalah kalimat ke 4 dari 7 perkataan Yesus dari atas kayu salib. Kata-kata Yesus bukan kebetulan diucapkan tetapi menggenapi nubuat dalam kitab Mazmur (1000 tahun sebelum Yesus lahir) yakni Maz 22:2.
Mengapa Yesus ditinggalkan oleh Bapa? Ini ada kaitannya dengan status Yesus sebagai penebus dosa. Yesus memang tidak berdosa sama sekali tapi waktu Ia menggantikan posisi orang berdosa maka dengan demikian Ia dijadikan berdosa. (2 Kor 5:21). Maka posisi dan kondisi Yesus sekarang di hadapan Allah bukan lagi sebagai Anak yang terkasih yang berkenan kepada-Nya (Mat 3 :17) melainkan sebagai orang berdosa. Allah adalah suci/kudus dan sifat ini tidak memungkinkan Dia untuk bersatu/berhubungan dengan dosa. Hab 1:13 - Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman….” (Bandingkan dengan Yes 59:2). Karena itu saat Yesus tampil di hadapan-Nya sebagai perwakilan orang berdosa maka kesucian-Nya tidak memungkinkan untuk tetap bersatu dengan Yesus. Itulah sebabnya Ia harus meninggalkan Yesus dan karena itulah Yesus berseru “Eli-Eli lama sabakhtani”.
Mengapa Yesus harus mengalami semua ini? Tidak cukupkah penghinaan, pukulan, cambukan, penyaliban yang Ia terima? Jawabnya tidak cukup, karena manusia terdiri dari tubuh dan roh. Karena itu Yesus harus mengalami penderitaan jasmani maupun rohani di samping karena dosa memisahkan Allah dan manusia (Kej 3:23-24; Yes 59:1-2; 2 Tes 1:9). Karena itu kalau Yesus mau memikul hukuman dosa kita, Ia harus mengalami keterpisahan itu. Keterpisahan dengan Bapa ini menyebabkan terjadinya hal-hal yang bertentangan dengan yang biasanya. Ini bisa terlihat dengan mengkontraskan kata-kata Yesus sendiri dalam sepanjang pelayanan-Nya dengan kata-kaya-Nya di atas kayu salib. Dulu Ia berkata : Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku,…” (Yoh 11:42), “Dan Ia, yang telah mengutus Aku, Ia menyertai Aku. Ia tidak membiarkan Aku sendiri,…” (Yoh 8:29). Sekarang Ia berteriak : “…AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat 27:46). Dan sebenarnya ini adalah hukuman yang terberat bagi Yesus (melebihi pencambukan dan penyaliban).
Mengapa ini adalah penderitaan paling hebat ? (1) Ini merupakan penderitaan rohani. Setiap orang yang pernah mengalami penderitaan rohani tahu bahwa penderitaan rohani lebih berat dari penderitaan jasmani. (2) Yesus selalu dekat dengan Bapa-Nya, tetapi sekarang harus terpisah. Orang yang berdosa memang tidak peduli kalau dirinya tidak mempunyai hubungan dengan Allah. Tetapi kalau orang itu adalah orang Percaya, makin akan merasa berat kalau menjauh dari Bapa. Apalagi Yesus! (3) Yesus ditinggal justru di puncak penderitaan-Nya, yaitu pada saat Ia sedang menderita di atas kayu salib.  Namun dalam semuanya itu Yesus tetap setia mengerjakan dan menjalani hidup yang penuh penderitaan. Hendaklah kita semakin menghayati apa makna penderitaanNya bagi kita. Amin (NZ)

Sunday, March 1, 2015

Ibu, inilah anakmu; Murid-ku, inilah ibumu

(Yohanes 19:23-27)

onteks perikop yang kita baca hari ini adalah penyaliban Tuhan Yesus. Tidak bisa kita bayangkan apa yang sedang dialami oleh Tuhan Yesus. Tidak ada kesakitan yang paling sakit yang bisa kita bandingkan dengan apa yang dialami oleh Tuhan Yesus. Tidak ada penghinaan yang paling hina yang bisa dibandingkan dengan apa yang dirasakan oleh Yesus Kristus. Allah yang adil diadili secara tidak adil. Allah yang maha kuasa dilucuti kekuatanNya dengan cara disalibkan. Allah Pencipta alam semesta ditelanjangi.
Namun, keadaan yang dialami-Nya tidak menyingkir- kan kasih-Nya yang besar kepada manusia. Di dalam kesakitan yang sangat itu, Yesus tidak memikirkan diri-Nya sendiri. Alih-alih menuntut dan mempersalahkan orang lain, Ia justru mengampuni mereka yang menyalibkan-Nya.
Penderitaan yang luar biasa di atas kayu salib tidak membelenggu kasih-Nya. Ia menyatakan perhatian dan kasihNya kepada orang- orang yang Ia kasihi. Yesus berkata, "Ibu, inilah anakmu" seraya menunjuk kepada murid yang dikasihi-Nya. Kepada murid-murid-Nya, Yesus berkata "Inilah ibumu". Dengan meninggalkan bumi ini, Yesus tidak mengabaikan orang-orang yang Dia cintai. Kasih Tuhan abadi dalam hidup kita. Dia setia dengan kasih-Nya.
Belajar  dari kasih dan setia  Tuhan Yesus ini, marilah kita tidak menjadikan penderitaan dan kesusahan sebagai alasan untuk tidak mengasihi. Juga tidak menjadikan kesulitan sebagai alsan untuk tidak setia. Kasih dan kesetiaan selalu diuji dalam situasi-situasi yang berat dan menekan.




Sunday, February 22, 2015

“Hari ini juga engkau bersamaKU di Firdaus”

(Lukas 23:39-43)

Mereka itu di mata masyarakat adalah orang yang besar dosanya. Mereka itu disebut penjahat kelas kakap sehingga mereka pantas dihukum dengan cara disalib. Dua orang penjahat yang di sejajarkan di sebelah kanan dan kiri Tuhan Yesus dan Yesus sendiri sama-sama dihukum dengan disalib.
Namun ada sebuah peristiwa penting terjadi di atas kayu salib saat Yesus berkata : ”Hari ini juga engkau ada bersama-sama dengan Aku di Firdaus”. Perkataan Tuhan Yesus ini ternyata tidak ditujukan kepada dua-duanya penjahat itu, melainkan hanya kepada salah seorang dari antara mereka. Apa sebenarnya yang membuata hati Yesus tergerak untuk mengajak salah seorangnya bersama denganNya di Firdaus? Mengapa tidak dua-duanya?
Ada sikap berharga yang memiliki nilai lebih dari salah satu dari penjahat itu:
1. Memiliki Iman dan pengharapan
2. Memiliki pertobatan (insaf)
3. Memiliki penyerahan diri
Oleh karenanya mari, kita segera mengoreksi diri kita :
1. Sudahkah benarkah Iman dan Pengharapan kita?
2. Sudahkah kita mengakui dan bertobat dari dosa – dosa kita?
3. Sudahkah kita menyerahkan seluruh hidup kita pada Tuhan?
Tuhan Yesus memberkati. Amin!!!! (Odi)


Sunday, February 15, 2015

“Bapa ampunilah mereka”

(Lukas 23:34)

Tujuh ucapan terakhir dari Tuhan Yesus, diawali dengan kalimat “Bapa ampunilah mereka”.  kata-kata ini bukan secara kebetulan mendapatkan urutan pertama.  Kata-kata ini penting karena disinilah Tuhan Yesus menunjukkan betapa Ia mengasihi umat manusia tanpa syarat. Kasih itu ditunjukkan di tengah-tengah penderitaan yang berat yang Ia sedang alami,  Bahkan diberikan kepada orang-orang yang mau membunuh-Nya. Wujud dari kasih itu adalah memberi pengampunan bukan penghukuman. 
Karya keselamatan Allah dalam diri Tuhan Yesus sebagai wujud kasih-Nya kepada manusia dimulai  dengan pengampunan. Lewat pengampunan maka hubungan dipulihkan dan berkat dicurahkan.  Kalau kita sudah mendapatkan anugerah pengampunan yang dari Tuhan, maka kitapun juga diajak untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita sebagai wujud kasih kita kepada Kristus.
Ketika pengampunan kita lepaskan kepada mereka yang menyakiti hati kita, maka diri kita akan mendapatkan pemulihan Tuhan. Dipulihkan dari rasa kebencian, sakit hati, kepahitan bahkan mungkin sakit penyakit yang ada di dalam diri kita dan diganti dengan damai sejahtera. Karena kita tahu manfaat dari memberi pengampunan maka mari jadikan ini gaya hidup kita setiap hari sehingga tidak membuka cela menjadi jalan iblis masuk untuk menghancurkan  hidup kita. Bahkan kita ajarkan lewat keteladanan hidup kepada keluargkan yang kita kasihi.  Mari mohon kepada Roh Kudus menolong kita untuk sanggup mengampuni.  #Pdt. Utari, S.Th – GKMI Bangsri


Sunday, February 8, 2015

Pengampunan Tuhan

(Yesaya 1:18 & 1 Yohanes 1:9)

Mengapakah pengampunan itu penting diberikan kepada manusia? Ada banyak alasan-alasan yang disediakan Alkitab untuk menjawab hal ini dan pada kesempatan ini saya akan kemukakan 3 alasan :
1. Tanpa pengampunan maka tidak ada jalan untuk mengenal Tuhan Allah (Yesaya 52:2)
2. Tanpa pengampunan maka tidak ada jalan untuk selamat (Roma 6:23)
3. Tanpa pengampunan maka tidak dapat menikmati sukacita (Matius 18:24-27 & Lukas 15:10)
Saudara, oleh karena itu pengampunan adalah kebutuhan utama dalam kerohanian umat. Tetapi sayangnya pengampunan tidak bisa dikerjakan oleh manusia, karena manusia adalah orang berdosa (tidak mungkin orang berdosa akan mengampuni dosanya dari keberdosaan). Namun hanya pribadi yang tidak berdosa yang mampu mengampuni dosa. Roma 3:23: “semua orang telah berbuat dosa…” jelas bahwa tidak ditemukan satupun di antara manusia yang tak berdosa. Lalu siapa yang tidak berdosa dan mampu mengampuni dosa ? Tak lain adalah Tuhan sendiri….Tuhan menempatkan diriNya pada posisi kita sebagai orang berdosa, bahkan semua dosa kita ditimpakan kepadaNya (Yesaya 53:3). Firman Tuhan berkata demikian :"Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar supaya Ia membawa kita kepada Allah." (1 Petrus 3:18a), "Sebab di dalam Dia dan oleh darahNya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kasih ka-runiaNya." (Efesus 1:7).
Sesungguhnya pengampunan Tuhan adalah karya agung Tuhan yang sedang membuka pintu anugerah bagi manusia. Darah Yesus telah menebus kita. Pengampunan itu diberikan menurut kekayaan kasih karunia Allah yang dilimpahkan kepada kita. Melalui pengampunan Allah itu telah mendatangkan damai sejahtera.
Maka setiap kita harus mengampuni sesama, karena dalam pengampunan itu membuat dirinya memiliki kuasa Tuhan (Kolose 3:13). Mengampuni adalah kemampuan dan kuasa Tuhan. Sangat sulit untuk mengampuni seseorang yang bersalah kepada kita, namun jika kita dapat mengampuni, itu karena kuasa-Nya bekerja di dalam diri kita. Ucapkan: “Saya mau mengampuni orang yang bersalah kepada saya” karena saya juga adalah orang yang diampuni. Lihat dan rasakan akan terjadi: Pertama, menjadi sembuh (Matius 9:5-7). Kedua, menjadi besar seperti Yesus (Filipi 2:8-11). Dan Ketiga, menjadi tanda anak Allah (I Yohanes 4 : 4,6-10). Amin


Sunday, February 1, 2015

Allah yang memilih kita

Yohanes 15:16 & 2 Tesalonika 2:13

Allah yang memilih…! Pemilihan Allah terhadap orang-orang percaya adalah sebuah yang menarik, luar biasa dan istimewa. Mengapa luar biasa dan istimewa? Dasar apakah yang dipakai oleh manusia untuk memilih seseorang menjadi….(misalnya ketua kelas di sekolah, ketua RT di lingkungan masyaraka, ketua DPR dalam dunia politik atau memilih seseorang menjadi pendamping hidup, dsb). Tentu harus ada standarnya, harus ada kriterianya. Biasanya sering dilihat dari kriteria secara fisik, kriteria dalam hal pengetahuan/akademis, kriteria dalam hal status sosial, dan tak ketinggalan dalam hal harta atau kekayaan. Semua itu adalah menjadi syarat atau persyaratan untuk memilih seseorang. Artinya pemilihan yang dipraktekkan oleh manusia sifatnya bersyarat.
Tetapi berbeda dengan Allah….Allah memilih manusia adalah tanpa syarat tanpa kriteria apapun. Allah menjatuhkan pilihan-NYA kepada setiap orang-orang percaya bukan karena hebatnya manusia, atau pandainya manusia, atau tingginya status dan kedudukan seseorang, atau banyaknya harta dan kekayaan seseorang !!! Allah memilih manusia adalah karena kasih-NYA, karena kedaulatan Allah penuh. Jadi pemilihan Allah adalah sifatnya tak bersyarat.
Jelas sekarang bahwa cara Allah memilih kita menjadi anak-anaknya, menjadi sahabatNya (Yoh. 15:14) dan tidak menyebut kita lagi hamba adalah karena “hati Allah” yang penuh kasih. Pemilihan dari Allah itulah yang membuat kita menjadi berharga, bernilai dan istimewa.
Oleh karena dasar itulah manusia harus bertanggung jawab, dan berperan aktif untuk melakukan perbuatan, tindakan dan dan segala aksi yang menyenangkan dan memuliakan hati Tuhan. Kesetiaan pada Tuhan semakin hari semakin dikerjakan, mengasihi Tuhan dari hari ke hari semakin berdampak dsb. Selamat menjadi umat pilihan Allah. Tuhan Yesus memberkati. Amin