Sunday, March 29, 2015

Ya Bapa Kedalam TanganMU Kuserahkan NyawaKu

(Lukas 23:44-49)

Ketaatan Yesus pada Bapa membuat Dia menanggung derita. Se-andainya Dia mau, Dia bisa menolak. Dia bisa menghancurkan dan membunuh para prajurit yang mau menangkap-Nya hanya dengan sepatah kata, karena firmanNya berkuasa. (Yoh. 18, 4-6).Tetapi itu tidak dilakukanNya. Dia masuki hadirat Allah, Dia tunduk pada rancangan Allah untuk keselamatan dunia ini. Yesus tidak menggunakan kuasa yang ada padaNya melindungi Diri-Nya. Dia rela menjadi manusia yang tak berdaya, lemah, rapuh dan membiarkan Diri-Nya ditangkap, dibelenggu dan disiksa oleh tangan-tangan manusia yang kejam karena kasih-Nya yang dalam bagi dunia. Dia tidak memakai kuasa yang dimiliki untuk lari dari masalah yang dihadapiNya.
‘The Passion of the Christ’, yang disutradarai oleh Mel Gibson. Film yang menceriterakan penderitaan Tuhan Yesus secara amat dashyat dan sangat mengerikan. Dia dicambuk dengan cambuk yang ujungnya besi tajam, benda yang menghancurkan dan merobek tubuh  Tuhan yang suci dan kudus. TubuhNya yang luka terinfeksi karena kena ludah, di mana di-dalamnya ada ribuan bakteri yang menambah luka itu makin nyeri. Pemandangan itu sangat memilukan dan menyanyat hati. Akan tetapi, Tuhan yang tidak bersalah, menanggung derita itu, dengan tabah dan tekun sampai mati di kayu salib. Petrus membahasakannya (1 Petrus 2, 24): ‘Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh’.
Bahkan, seruan yang terakhir diungkapkanNya sebelum Ia mati: “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu”. Dia kritis, nafasnya tidak normal karena derita yang dialami, jantungnya membengkak sampai kehilangan kesadaran. Dia sangat kesakitan, tetapi dalam ketidaksadaran itu, Dia menyerahkan nyawaNya kepada Bapa. Kemampuan itu terjadi karena semasa hidupNya, Dia dipenuhi Firman Tuhan, maka ketika kesadaran hilang, Dia dapat menyerahkan hidupNya pada Tuhan. Peristiwa itu dapat membawa hati kita tidak hanya pada rasa takjub yang penuh haru, tetapi juga rasa syukur di sepanjang hidup kita.
Penderitaan Yesus, sekaligus mengajar kita untuk juga siap, tabah, kuat dan berani menghadapi segala penderitaan. Yesus telah memberi kita kekuatan untuk bertahan dalam derita dan kematian. Kita pun orang Kristen mestinya tak mudah berputus asa atau mengeluh, tetapi mempunyai kekuatan Iman menghadapi setiap kesukaran dan kesulitan.Amin


Sunday, March 22, 2015

Sudah Selesai

(Yohanes 19:30)

Ucapan”Sudah selesai” adalah ucapan yang biasanya diucapkan dengan perasaan senang atau hati yang lega/plong. Walaupun ucapan Tuhan Yesus,“Sudah selesai”, diucapkan Yesus di kayu salib, dan dengan tarikan dan hembusan nafas yang terakhir, saya meyakini kata-kata itu diucapkan oleh Yesus dengan rasa senang, lega , plong. Mengapa? Sebab :
1. Yesus Menyelesaikan Tugas Menjadi Tebusan (Yoh. 1:29, Rom. 5:6-9).
Yesus sudah melakukan tugas tepat seperti yang Allah Bapa perintahkan. (Yoh. 17:4) TugasNya untuk mati di kayu salib untuk menyelamatkan umat yang berdosa dari kebinasaan kekal. (Yoh. 3 : 16, 36). Dia akan dibangkitkan oleh Allah Bapa pada hari ke tiga sesudah kematianNya. ( Mat.16: 21). Tugas atau misi yang diberikan pada Yesus oleh Allah Bapa adalah untuk membebaskan manusia dari belenggu dosa, melalui KematianNya. Dosa dihapus, Iblis dikalahkankan.
2. Yesus Menyelesaikan Tugas Panggilan (Yoh. 17:4, Kis. 20:24).
Tugas/misi yang kedua diberikan Allah Bapak pada Yesus, yaitu mempedulikan sesama, melakukan tugas kemanusiaan. Menolong orang yang menderita. Me-ngasihi sesama seperti diri sendiri. Inilah yang harus diketahui oleh Yohanes Pembaptis dan murid-muridnya. Perkataan “Sudah selesai”, maksudnya, tugas Yesus penyelamatan manusia melalui salib dan melakukan tugas kemanusiaan selama Dia berada di dunia telah selesai. Yesus harus kembali ke Sorga, dan tugas penyelamatan dan kemanusiaan itu di dunia diberikan kepada umat tebusannya, umat percaya, Saudara dan saya.
Hendaklah kita menjadi jemaat-jemaat yang siap mengemban dan menyelesaikan tugas kita masing-masing. Jangan undur di tengah jalan tetapi mari kita menjadi agen-agen Allah yang menyelesaikan tugas kita dengan tuntas. Tugas menjadi orang percaya, tugas menjadi pemberita Injil, tugas menjadi orang beriman, tugas menjadi pelayan, tugas menjadi jemaat, tugas menjadi aktifis dsb. Amin


Sunday, March 15, 2015

Aku Haus

(Yohanes 19:28-30)

Mengenai perkataan-perkataan Yesus di atas kayu salib. Bukan hanya dikhotbahkan tetapi juga telah banyak buku yang ditulis untuk mengulas ke-7 perkataan tersebut. Seorang teolog Hindu yang berasal dari India, bernama Anand Kumar Raju, juga merasa tertarik terhadap ke-7 perkataan Yesus di atas salib kemudian menuangkan hasil refleksinya mengenai ke-7 perkataan tersebut. Begitu signifikannya dan menarik perhatian bagi kekristenan.
Apa arti perkataan Yesus “Aku Haus”? Teriakan Yesus, “Aku haus” mengandung unsur pengorbanan. Bahwa teriakan tersebut mengindikasikan bahwa Yesus sedang menanggung sesuatu yang tidak sepatutnya Ia tanggung. Apa yang menjadi milik-Nya: kemuliaan, kesenangan, ketiadaan penderitaan, hubungan yang tidak terputuskan antar-Pribadi Allah Tritunggal, dsbnya dengan rela Ia biarkan meninggalkan diri-Nya. Yesus benar-benar bergumul serius dengan penderitaan tersebut, padahal Ia tidak patut menanggung itu. Inilah yang Ia katakan di awal pelayanan-Nya bahwa Ia datang untuk memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang (Mrk. 10:45).
Penderitaan yang dialami-Nya bukan karena semata-mata Ia ingin menderita, tetapi karena kehendak Allah yang telah menetapkan penderitaan itu sebagai tujuan kedatangan-Nya. Dengan kata lain, penderitaan tersebut bukan merupakan sebuah penderitaan yang sengaja direkayasa untuk menarik simpati orang. Yesus benar-benar menderita karena Ia tahu bahwa itulah kehendak Bapa. Dan itu terjadi demi keselamatan kita
Jangan kita sia-siakan pengorbanan dan kesengsaraan Yesus. Amin


Sunday, March 8, 2015

Eli Eli Lama Sabakhtani

(Matius 27:46)

Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’ Artinya: AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Ini adalah kalimat ke 4 dari 7 perkataan Yesus dari atas kayu salib. Kata-kata Yesus bukan kebetulan diucapkan tetapi menggenapi nubuat dalam kitab Mazmur (1000 tahun sebelum Yesus lahir) yakni Maz 22:2.
Mengapa Yesus ditinggalkan oleh Bapa? Ini ada kaitannya dengan status Yesus sebagai penebus dosa. Yesus memang tidak berdosa sama sekali tapi waktu Ia menggantikan posisi orang berdosa maka dengan demikian Ia dijadikan berdosa. (2 Kor 5:21). Maka posisi dan kondisi Yesus sekarang di hadapan Allah bukan lagi sebagai Anak yang terkasih yang berkenan kepada-Nya (Mat 3 :17) melainkan sebagai orang berdosa. Allah adalah suci/kudus dan sifat ini tidak memungkinkan Dia untuk bersatu/berhubungan dengan dosa. Hab 1:13 - Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman….” (Bandingkan dengan Yes 59:2). Karena itu saat Yesus tampil di hadapan-Nya sebagai perwakilan orang berdosa maka kesucian-Nya tidak memungkinkan untuk tetap bersatu dengan Yesus. Itulah sebabnya Ia harus meninggalkan Yesus dan karena itulah Yesus berseru “Eli-Eli lama sabakhtani”.
Mengapa Yesus harus mengalami semua ini? Tidak cukupkah penghinaan, pukulan, cambukan, penyaliban yang Ia terima? Jawabnya tidak cukup, karena manusia terdiri dari tubuh dan roh. Karena itu Yesus harus mengalami penderitaan jasmani maupun rohani di samping karena dosa memisahkan Allah dan manusia (Kej 3:23-24; Yes 59:1-2; 2 Tes 1:9). Karena itu kalau Yesus mau memikul hukuman dosa kita, Ia harus mengalami keterpisahan itu. Keterpisahan dengan Bapa ini menyebabkan terjadinya hal-hal yang bertentangan dengan yang biasanya. Ini bisa terlihat dengan mengkontraskan kata-kata Yesus sendiri dalam sepanjang pelayanan-Nya dengan kata-kaya-Nya di atas kayu salib. Dulu Ia berkata : Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku,…” (Yoh 11:42), “Dan Ia, yang telah mengutus Aku, Ia menyertai Aku. Ia tidak membiarkan Aku sendiri,…” (Yoh 8:29). Sekarang Ia berteriak : “…AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat 27:46). Dan sebenarnya ini adalah hukuman yang terberat bagi Yesus (melebihi pencambukan dan penyaliban).
Mengapa ini adalah penderitaan paling hebat ? (1) Ini merupakan penderitaan rohani. Setiap orang yang pernah mengalami penderitaan rohani tahu bahwa penderitaan rohani lebih berat dari penderitaan jasmani. (2) Yesus selalu dekat dengan Bapa-Nya, tetapi sekarang harus terpisah. Orang yang berdosa memang tidak peduli kalau dirinya tidak mempunyai hubungan dengan Allah. Tetapi kalau orang itu adalah orang Percaya, makin akan merasa berat kalau menjauh dari Bapa. Apalagi Yesus! (3) Yesus ditinggal justru di puncak penderitaan-Nya, yaitu pada saat Ia sedang menderita di atas kayu salib.  Namun dalam semuanya itu Yesus tetap setia mengerjakan dan menjalani hidup yang penuh penderitaan. Hendaklah kita semakin menghayati apa makna penderitaanNya bagi kita. Amin (NZ)

Sunday, March 1, 2015

Ibu, inilah anakmu; Murid-ku, inilah ibumu

(Yohanes 19:23-27)

onteks perikop yang kita baca hari ini adalah penyaliban Tuhan Yesus. Tidak bisa kita bayangkan apa yang sedang dialami oleh Tuhan Yesus. Tidak ada kesakitan yang paling sakit yang bisa kita bandingkan dengan apa yang dialami oleh Tuhan Yesus. Tidak ada penghinaan yang paling hina yang bisa dibandingkan dengan apa yang dirasakan oleh Yesus Kristus. Allah yang adil diadili secara tidak adil. Allah yang maha kuasa dilucuti kekuatanNya dengan cara disalibkan. Allah Pencipta alam semesta ditelanjangi.
Namun, keadaan yang dialami-Nya tidak menyingkir- kan kasih-Nya yang besar kepada manusia. Di dalam kesakitan yang sangat itu, Yesus tidak memikirkan diri-Nya sendiri. Alih-alih menuntut dan mempersalahkan orang lain, Ia justru mengampuni mereka yang menyalibkan-Nya.
Penderitaan yang luar biasa di atas kayu salib tidak membelenggu kasih-Nya. Ia menyatakan perhatian dan kasihNya kepada orang- orang yang Ia kasihi. Yesus berkata, "Ibu, inilah anakmu" seraya menunjuk kepada murid yang dikasihi-Nya. Kepada murid-murid-Nya, Yesus berkata "Inilah ibumu". Dengan meninggalkan bumi ini, Yesus tidak mengabaikan orang-orang yang Dia cintai. Kasih Tuhan abadi dalam hidup kita. Dia setia dengan kasih-Nya.
Belajar  dari kasih dan setia  Tuhan Yesus ini, marilah kita tidak menjadikan penderitaan dan kesusahan sebagai alasan untuk tidak mengasihi. Juga tidak menjadikan kesulitan sebagai alsan untuk tidak setia. Kasih dan kesetiaan selalu diuji dalam situasi-situasi yang berat dan menekan.