(Lukas
2:28-33)
Blaise Pascal
adalah jenius matematika Prancis yang mati pada tahun 1662. Setelah lari dari
Allah sampai ia berusia 31 tahun, pada tanggal 23 November 1654, pukul 22.30,
Pascal bertemu dengan Allah dan bertobat secara mendalam dan tak tergoyahkan
kepada Yesus Kristus. Ia menuliskannya pada sepotong perkamen dan menjahitnya
ke dalam jubahnya di mana itu ditemukan delapan tahun kemudian setelah
kematiannya. Tulisan itu mengatakan: “Tahun anugerah, Senin tanggal 23 November
1654, perayaan St. Clement ... dari sekitar 10.30 malam sampai tengah malam
lewat setengah jam, API. Allah Abraham, Allah Ishak, Allah Yakub, bukan para
filsuf dan sarjana. Kepastian, sukacita yang dirasakan di hati, damai. Allah
Yesus Kristus, Allah Yesus Kristus. “Allahku dan Allahmu.” ... Sukacita,
Sukacita, Sukacita, air mata sukacita ... Yesus Kristus. Yesus Kristus. Kiranya
saya tidak pernah dipisahkan dari-Nya..”
Seorang Pascal
menganggap bahwa kejeniusan, kehebatan filsafat dan kepandaian intelektual
tidak memberikan rasa sukacita dalam hati. Sukacita menurutnya adalah ketika
orang tak terpisahkan alias dipertemukan dengan Tuhan Yesus Kristus. Peristiwa
di atas, mengingatkan kita pada sosok Simeon yang saat itu telah lanjut usia,
meluapkan sukacitanya karena dirinya bisa bertemu Sang bayi Yesus. Moment ini
seakan menggoreskan dalam pikiran kita bahwa ternyata Simeon yang lanjut usia
itu tidak pernah menemukan sukacita yang dahsyat sepanjang umurnya, selain saat
ia bertemu dengan bayi Yesus Sang Juruslamat dunia. Sukacita Simeon adalah
bukan sukacita biasa, melainkan sukacita ilahi, sukacita yang datangnya dari
Tuhan, mengapa? Karena Simeon tidak menyukakan hatinya dengan kemewahan duniawi
melainkan kekayaan iman dalam Tuhan.
Belajarlah untuk
memiliki sukacita dalam Tuhan…..Bagaimana cirri-cirinya?
1.
Sukacita dalam Tuhan tidak bergantung pada sikon
2.
Sukacita dalam Tuhan bernilai kekekalan
3.
Sukacita dalam Tuhan membawa damai
Tuhan Yesus
memberkati. Amin (Zega)