Sunday, February 23, 2014

Diantara Kebenaran dan Cinta Kasih

(1 Korintus 13:4-6)

Ada 2 alasan mengapa Paulus harus berbicara tentang KASIH dalam Jemaat Korintus: (1). Jemaat Korintus adalah orang-orang yang penuh semangat yang suka membagakan diri karena banyak mempunyai karunia rohani Mereka merasa lebih bijaksana telah memiliki pengetahuan khusus (1:20-29, 8:1-2) (2) . Mereka menyombongkan diri karena dengan memiliki karunia lebih maka mereka merasa iman mereka telah sempurna (2:6 , 4:8)
  Oleh karena itu Paulus prihatin atas keadaan yang terjadi dalam kehidupan jemaat. Setiap jemaat merasa paling hebat, paling suci, paling rohani dibandingkan dengan orang lain. Akibatnya, orang lainpun menjadi tersakiti, kecewa sehingga situasi menjadi kacau.
  Karena itu Paulus menekankan agar di dalam kehidupan berjemaat harus penuh dengan KASIH, karena bagi Paulus KASIH adalah (1). sebuah pengikat antara satu dengan yang lain. (2). Kasih tidak berkesudahan (3). Kasih dapat mempersatukan satu dengan yang lain.
Bagaimana kah ciri orang yang memiliki Kasih?
1. Panjang Sabar (4) : Ayat 4 ‘kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong’. Orang yang hidup termotivasi oleh kasih ia siap, rela dan tahan menderita. Ia dapat menghadapi segala sesuatu dengan tabah, termasuk terhadap kesalahan orang lain dan penghinaan atas dirinya.
2. Sopan (5) : Ayat 5, ‘kasih tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan sendiri’. Jemaat Korintus diminta oleh Paulus untuk tidak bertindak dengan tidak hormat kepada orang lain. Dalam konteks kehidupan jemaat Korintus, Paulus melihat bahwa orang yang miskin atau yang dianggap berkerohanian rendah tidak diperlakukan dengan baik dan dipermalukan dalam perjamuan-perjamuan serta ibadah. Demikian juga tidak ada disiplin atas mereka yang bertindak sewenangwenang me-rendahkan orang lain. Kehidupan jemaat dibiarkan terjadi dalam sistem hukum rimba, siapa yang kuat dan berpengaruh, dialah yang menang dan mengusai jemaat.
3. Sedih terhadap perbuatan ketidakadilan (6) : Ayat 6, ‘ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran’.
Hendaklah cinta kasih menghiasi hidup kita semua. Amin (Almanak Sinode)


Sunday, February 16, 2014

Lautan Kemustahilan; Melewatinya Bersama Yesus

(Matius 14:22-33)

Dalam hidup ini ada banyak hal yang dapat mendatangkan ketakutan: masalah ekonomi, sakit penyakit, keluarga, ke-amanan, tindak kekerasan, keadilan yang tak merata dll. Menghadapi kenyataan hidup sedemikian itu betapa sering kita menemukan hal-hal yang bagi kita mustahil, tidak mungkin. Logika kita tidak mampu memberikan jawaban atas persoalan tersebut. Misalnya orang yang menghadapi sakit pe-nyakit (kanker otak dll) dokter sudah angkat tangan; mustahil bisa sembuh. Lenyaplah harapannya dan menjadi putus asa. Tetapi harus diingat bahwa masih ada Tuhan yang berkuasa atas segala macam sakit penyakit. Kuasanya tidak terbatas.
Dalam Matius 14:22-33 kita melihat bahwa para murid diombang-ambingkan gelombang karena angin sakal, mereka ketakutan bahkan menjadi panic sehingga Yesus, Tuhan itu dikira hantu ! Melihat itu maka Tuhan Yesus segera dating melawat para murid untuk menyelamatkan mereka dari bahaya. Yesus telah menampakkan diri sebagai penguasa atas kekuatan alam.
Maka kalau kita menghadapi hal-hal yang mustahil, percayalah bahwa ada Tuhan Yesus yang berkuasa untuk menolong. Ia memberi jaminan pasti : “Tenanglah! Aku ini, jangan takut !” Mendengar itu Petrus segera minta kepada Yesus supaya dia bisa juga berjalan di atas air. Yesus mengijinkan (ay.28-29), tetapi ketika Petrus merasakan tiupan angin, takutlah ia dan mulailah tenggelam. Mustahil petrus bias berjalan di atas air, tetapi menjadi tidak mustahil ketika ia percaya kepada Yesus; namun ketika ia bimbang, maka ia tenggelam.
Percayalah bahwa tak ada yang mustahil bagi orang percaya (Mark. 9:23) karena Allah yang menyelamatkan kita dari kemustahilan (Luk. 1:37). Bersama Yesus, kita dimampukan untuk melewati lautan kemustahilan….. Bertumbuhlah bersama Yesus. Amin (Pdt. Em. J. Herlianto).


Sunday, February 9, 2014

Mengetahui Kehendaknya

(Amsal 3: 5-6)

Mungkin cara hidup Adelaide A. Pollard itu boleh dianggap agak aneh. Sejak kecil Adelaide tidak begitu menghiraukan nasihat orang lain: Ia lebih suka mengikuti jalannya sendiri. Bahkan nama yang diberikan oleh orangtuanya tidak berkenan di hatinya. Maka ia sendiri kemudian mengganti nama itu sehingga "Sarah A. Pollard" menjadi "Adelaide A. Pollard." Namun demikian, cukup jelaslah bahwa ia seorang wanita Kristen yang melayani Tuhan dengan rajin dan setia.
Pada suatu masa hampir satu abad yang lalu, Adelaide Pollard rindu sekali untuk pergi ke Afrika sebagai seorang pengabar Injil. Tetapi rupa-rupanya jalan menuju ke sana itu tertutup. Pada waktu hatinya diliputi rasa kecewa, ia menghadiri suatu pertemuan doa. Hadir juga pada saat itu seorang wanita Kristen yang sudah lanjut usianya. Dalam doanya, orang yang tua itu tidak memohon berkat-berkat Tuhan, seperti yang biasa dilakukan oleh umat Kristen. Sebaliknya, doanya berbunyi sebagai berikut: "Tidaklah menjadi soal, apa saja yang Tuhan berikan dalam kehidupan kita, hanya saja, semoga kehendak Tuhanlah yang jadi!" Permohonan yang sederhana itu sangat berkesan dalam hati Adelaide Pollard. Ia merasa terdorong untuk memperbarui penyerahan dirinya kepada Tuhan. Kalau memang bukan kehendak Tuhan supaya ia pergi ke Afrika, maka hal itu tidaklah menjadi soal.
Sepulangnya dari pertemuan doa itu, Nona Pollard merenungkan dua ayat dari Kitab Nabi Yeremia: "Pergilah aku ke rumah tukang periuk, dan kebetulan ia sedang bekerja dengan pelarikan. Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya" (Yeremia 18:3-4). 
Jalan pikiran Adelaide Pollard pada malam itu kira-kira sebagai berikut: Rupa-rupanya hingga kini Tuhan telah membentuk hidupku, seperti tanah liat di dalam tangan-Nya. Tetapi mungkin kemauan keras hendak pergi ke Afrika itu telah membuat hidupku rusak, sehingga Tuhan harus membentuknya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangan-Nya. Rasa damai menenangkan jiwanya. Dan pada malam itu juga ia menulis sebuah "Lagu Tentang Kehendak Tuhan", yang sekarang dinyanyikan di seluruh dunia: 
“Kehendak Tuhan laksanakan! Ku tanah liat, Kau Penjunan
Bentuklah aku sesukaMu; Aku menunggu di kakiMu
Kehendak Tuhan laksanakan! Tiliklah hatiku dan sucikan
Di hadiratMu ku berserah; Yesus Tuhanku, O t'rimalah!
Kehendak Tuhan laksanakan! Tolonglah aku yang berbeban
Sembuhkan, Tuhan, hatiku resah; Yesus Penghibur Mahakuasa”…..  Amin.


Sunday, February 2, 2014

Bergaul Akrab dengan Tuhan

Kejadian 5:1-32

"Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah." 
Kejadian 5:22, 24

Kata bergaul suatu aktifitas dan hubungan yang dinamis antara dua orang atau lebih. Dapat juga diartikan terjadinya interaksi yang intens atara satu dengan yang lainnya, sehingga membentuk hubungan yang positif. Dalam pemahaman inilah hendaknya digambarkan hubungan kita dengan Allah, yakni hubungan yang akrab, hangat sehingga dapat mengenal lebih dalam lagi. Dengan demikian, akan melahirkan sebuah jalinan komunikasi yang dinamis. Bila keakraban tersebut berjalan dengan baik dan hangat, maka kitapun semakin memahami maksud-maksud Allah dalam kehidupan kita. 
Di zaman modern sekarang ini pun kita bisa menyaksikan banyak hamba-hamba Allah yang bergaul dengan Tuhan, mau hidup dalam tuntunan Tuhan,  maka hidupnya diberkati. Pilihan yang benar kalau kita hidup bergaul dengan Tuhan karena Tuhan sendiri menjadi pegangan bagi kita. Alkitab berkata bahwa setiap orang yang lelah, letih lesu, dan berbeban berat, datang kepadaNya untuk diberi kelegaan (Matius 11:28). Hal yang sama tertulis dalam pujian Kidung Jemaat No. 453 dengan judul Yesus Kawan Yang Sejati menyebutkan bahwa Yesus adalah tempat kita berseru, tempat kita mengadu melalui doa, tempat yang tepat untuk menghibur kita dsb. 

            Bagi kita saat ini, seperti apakah kehidupan yang bergaul dengan Allah? Tuhan ingin terlibat di dalam setiap kegiatan kita, setiap percakapan, setiap masalah dan bahkan setiap pemikiran. Artinya kita tetap bergaul dengan Allah sekalipun kita sedang melakukan pekerjaan rutin kita. Segala sesuatu yang kita lakukan bisa merupakan tindakan menggunakan waktu bersama Allah. Brother Lawrence seorang juru masak sederhana dari sebuah biara Perancis pernah menulis buku pada abad 17 yang berjudulPracticing The Presence of God,  menurut dia, kunci menuju persahabatan dengan Allah adalah tidak mengubah apa yang Anda kerjakan, tetapi mengubah sikap anda terhadap apa yang Anda lakukan. Apa yang biasanya Anda kerjakan bagi diri Anda sendiri, mulailah melakukannya bagi Allah, entah itu makan, mandi, bekerja, bersantai, atau membuang sampah. (Rick Warren, The Purpose Driven Life, hal. 98). Kiranya kita dimampukan untuk mengalokasikan seluruh dimensi hidup kita tanpa terkecuali untuk selalu bersama dan bergaul dengan Allah. Amin