Sunday, June 21, 2015

Ketika di Persimpangan

(Keluaran 1:8-22)

Hidup tidak selamanya berjalan dengan mulus. Adakalanya orang harus melewati batu-batu besar atau kerikil-kerikil kecil. Adakalanya orang harus terpaksa meninggalkan singgasana kenyamanannya dan hidup dalam wilayah ketidaknyamanan. Dan itu semua dapat terjadi secara tiba-tiba. Tak seorangpun dapat menolak atau menghindar ketika pembalikan keadaan itu datang. Sikap yang terbaik adalah menerimanya dengan tulus dan menjalaninya dengan ikhlas.
Orang Israel tentu tidak pernah menyangka bahwa pada suatu masa akan datang seorang pemimpin Mesir yang sama sekali tidak mengenal Yusuf. Meski secara logika tidak masuk akal, karena Yusuf merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah Mesir, namun inilah faktanya. Bahwa sungguh-sungguh telah muncul seorang Raja Mesir yang sama sekali tidak mengenal siapa Yusuf. Akibatnya, ia menganggap keturunan Yusuf tidak ubahnya seperti benalu yang merugikan orang-orang Mesir. Karena itulah maka ia menggunakan segala macam cara untuk membinasakannya. Caranya? Yakni dengan menindas semua orang Israel yang ada di Tanah Mesir. Maka sejak saat itu, kehidupan orang Israel benar-benar telah berubah.
Kini, Orang-orang Israel harus hidup di dalam kerja paksa dan tertindas. Sudah pasti semua itu tidak diharapkan oleh Orang Israel. Namun itu adalah realita hidup yang harus mereka jalani. 
Bp/Ibu/Sdr, seringkali kita juga dibawa oleh Tuhan masuk dalam situasi-situasi yang seperti ini. Inilah yang disebut sebagai “PERSIMPANGAN HIDUP.” Sebuah keadaan di mana kita dituntut untuk memilih sikap yang paling tepat, untuk dapat keluar dari berbagai pergumulan hidup. Memang tidak mudah! Tetapi bersama dengan Tuhan, kita pasti ditunjukkan jalan yang paling tepat dan terbaik. Sehingga kita sampai kepada tujuan yang kita impikan, yakni kemenangan.  PERSIMPANGAN BUKAN AKHIR HIDUP KITA, PERSIMPANGAN ADALAH KESEMPATAN UNTUK MEMBUKTIKAN BAHWA JALAN TUHAN ADALAH JALAN YANG TERBAIK.


Sunday, June 14, 2015

Kunci Kesetiaan: Kejujuran

(Matius 26:69-75)

Dari perspektif penciptaan, secara teologi manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah - Kejadian 1:26-27. Hal itu menegaskan bahwa manusia sempurna diciptakan oleh Allah, oleh karena itu manusia memiliki karakter yang sempurna. Salah satu karakter manusia ialah KEJUJURAN. Tetapi, setelah manusia jatuh ke dalam dosa, maka karakter manusia menjadi rusak. Manusia menjadi lebih suka bohong dari pada hidup jujur. Mengapa demikian? Karena kalau hidup jujur sudah pasti tidak akan mendapat untung. Sebaliknya, kalau bohong mendapat untung. Inilah paradigma yang sudah terbangun secara umum dalam diri manusia.
Cara pandang yang menganggap bahwa berbohong itu untung tentu tidaklah benar. Menurut Alkitab, bohong itu dosa, sehingga sebenarnya berbohong itu tidak ada untungnya. Iblis telah memutar-balikkan fakta karena memang dia adalah bapa pendusta dari mulanya. Jadi, seharusnya kita memutuskan untuk mulai berhenti berbohong dan berkatalah jujur. Karena, kalau kita jujur dijamin pasti ada untungnya.
Pertanyaannya ialah: "Apa untungnya kalau kita hidup jujur? Berikut beberapa keuntungan yang akan kita peroleh, bila kita hidup jujur. Pertama, Kejujuran mendatangkan ketenangan (Mzm 32:10-11 bdk Mat 26:69-70). Orang kalau bicaranya jujur dan hidupnya tulus, pasti mengalami ketenangan. Dan orang yang hidupnya tenang pasti lebih sehat, sehingga orang yang jujur kata Alkitab selalu bersorak-sorak. Kedua, Kejujuran membawa hidup yang lebih dekat dengan TUHAN Allah (Amsal 3:32 bdk Matius 26: 71-74b). Orang jujur hidupnya dekat sama TUHAN Allah. Me-ngapa? Karena di dalam TUHAN Allah tidak ada yang dusta. Di dalam TUHAN Allah tidak ada kemunafikan. Dikatakan demikian karena Dia adalah Allah yang benar dan di dalam Dia tidak ada ketidak-benaran. Ketiga, Kejujuran mendatangkan berkat yang luar biasa (Yesaya 33:15-16 bdk. Matius 26: 74b-75). Orang jujur hidupnya dijamin oleh TUHAN Allah. Di mana ada kejujuran, maka TUHAN Allah akan memerintahkan berkat-berkat-Nya ke dalam perbendaharaan atau ke dalam lumbung-lumbung atau ke dalam pundi-pundi orang-orang jujur. Keempat, Kejujuran pada akhirnya pasti melihat kemenangan besar - Mazmur 140:14; Amsal 2:21-22. Ketika kita bicara jujur dan berjalan dalam ketulusan tentunya kita akan menemui tantangan, hambatan, kesulitan dan sebagainya. Untuk sementara jalan orang jujur berat dan lambat. Kadang kala jalan yang ditempuh oleh orang jujur untuk sementara penuh onak dan duri. Tetapi, hasil akhirnya TUHAN Allah mendatangkan kemenangan yang besar bagi orang-orang jujur. Marilah kita belajar untuk hidup jujur dan dalam ketulusan. Patut diakui bahwa untuk hidup jujur memang tidak gampang. Tetapi, di manapun orang jujur berada mujizat dan kemenangan dari TUHAN Allah menyertainya, ke-setiaan kita pada Yesus semakin nyata. Amin


Sunday, June 7, 2015

Kunci Kesetiaan: Keterbukaan

(Yohanes 4:1-42)

Ibarat hubungan suami istri akan langgeng dan tercium aroma kesetiaan oleh karena satu dengan yang lain saling membuka diri. Keterbukaan adalah sarana untuk hidup subur dalam sebuah taman berkat dan kebahagiaan karena satu dengan yang lain saling mengerti dan memahami. Demikian juga dalam kehidupan kerohanian….!!! Setiap orang harus me-miliki hati yang terbuka kepada Allah. Terbuka terhadap kesalahan diri sendiri tetapi juga terbuka terhadap nasehat Firman Tuhan.
Yesus dalam percakapannya dengan seorang wanita Samaria, merupakan contoh masalah keterbukaan dari pandangan Alkitab. Keterbukaan membawa berkat dan kehidupan. Keterbukaan Yesus membawa perempuan Samaria juga terbuka kepada-Nya, yang menjadikan perempuan Samaria mampu bersaksi kepada publik. Yesus tidak langsung meminta perempuan Samaria itu untuk mengabarkan berita keselamatan kepada orang Samaria. Yesus secara pelan-pelan melayani perempuan Samaria itu sampai dia mengalami kebebasan melalui keterbukaannya. Setelah perempuan itu mengalami kebebasan, tanpa dimintapun dia bersaksi kepada orang lain. Hal ini sungguh luar biasa karena seorang wanita Samaria kafir yang tertutup menjadi seorang perempuan Samaria percaya yang terbuka.
Prinsip pertama yang dapat kita lihat adalah Yesus yang memulai membuka dirinya terhadap orang lain. Prinsip kedua, Yesus adalah seorang pemimpin yang penuh dengan integritas dan dapat dipercaya. Sedangkan dari pihak perempuan Samaria ini berani mengungkapkan seluruh kekurangannya di hadapan Tuhan dan bahkan bersedia untuk dikoreksi tanpa tersinggung oleh nasehat dari Tuhan Yesus.
Maka keterbukaan harus melibatkan dua pihak yang sedang berelasi dan berinteraksi. Bersama-sama untuk saling memberi dan menerima, demikian sebaliknya. Lihatlah lawatan Allah turun atasmu. Amin


Sunday, May 31, 2015

Yang Tak Layak di Hatinya

(Matius 10:34-42)

Ketika seseorang menjadi murid Yesus sebenarnya dia diperhadapkan dengan suatu masalah. Hal ini yang kadang-kadang bagi orang Kristen belum dipikirkan karena menjadi murid Kristen tidak senantiasa enak, tetapi banyak pahitnya. Marilah kita simak dan pelajari ayat-ayat ini:
1. Yesus menyodorkan pertentangan (34-37)
Perkataan Tuhan Yesus ayat 34 sangat mengejutkan. Mengupayakan perdamaian memang harus menjadi bagian hidup PR pengikut Yesus. Namun untuk mewujudkan damai justru sering menimbulkan konflik dan perpecahan. Maka kata “pedang” di sini tentu bukan berarti harafiah, melainkan metafora; pertentangan dan penderita.
2. Yesus memberi salib (38-39)
Ketika seseorang menjadi murid Kristus, ia diperhadapkan pada salib, penderitaan dan kesengsaraan. Sebagai pengikut Kristus kita harus berani mengorbankan ambisi dan kepentingan pribadi. Kita harus rela mengorbankan kemudahan, kenikmatan yang selama ini kita rasakan.
3. Yesus memberi upah
A) Upah nabi: Kita semua tidak bisa menjadi nabi yang berkhotbah memberitakan Firman Tuhan. Akan tetapi barangsiapa di antara kita yang menyebut Tuhan dengan ramah dan sukacita akan menerima upah yang sama besarnya dengan upah yang diperoleh oleh para nabi itu sendiri.
B) Upah orang benar.
Tidak semua kita bisa hidup benar dan menjadi contoh orang lain. Tetapi barangsiapa menolong dan membantu orang lain menjadi baik, akan menerima upah yang mulia.
(Ibu Wiwin)

Sunday, May 24, 2015

Menanti Pemulihan

(Kisah Rasul 2:1-4)

Terpuruk, gagal, kurang beruntung atau kurang berhasil adalah bukan kenyataan yang diinginkan oleh banyak orang. Tidak ada seorangpun yang ber-happyria karena terus menerus menjalani kehidupan yang penuh masalah dan ke-sulitan. Semua orang berupaya agar; usahanya, pekerjaannya, keluarganya, studinya, cita-citanya, kesehatannya tetap ter-jamin setiap waktu. Semua orang menghendaki yang terbaik tercurah dan melimpah dalam hidupnya.
Salah satu peristiwa yang bernilai sejarah dalam kehidupan kekristenan mula-mula adalah saat pencurahan Roh Kudus. Para murid dan jemaat mula-mula adalah orang-orang yang sebelumnya hidup dalam dilematika. Selama ini telah terbiasa bersama-sama dengan   Yesus, tetapi sekarang Yesus telah naik ke Surga dan meninggalkan mereka. Potensi untuk merasa kecewa, putus asa, dan ragu-ragu terbuka lebar…!!! Semangat yang dulu mulai berkurang, bahkan cenderung mati.
Namun, peristiwa pencurahan Roh Kudus telah menjadi titik awal kebangkitan dari segala bentuk keterpurukkan. Kuasa Roh Kudus telah memberikan kepada jemaat mula-mula, wibawa, keberanian memberitakan Injil, kuasa untuk mengusir setan, kuasa untuk me-nyembuhkan sakit penyakit, kuasa untuk bersatu hati, kuasa untuk mengelola keluarga dengan baik, kuasa untuk bertahan dan kuat dalam menghadapi tantang hidup dsb.
Roh Kudus menolong, menyertai, dan menuntun hidup kita. Apakah saya dan saudara termasuk pribadi yang sedang menanti pemulihan? Biarkanlah dirimu dipenuhi oleh Kuasa Roh Kudus dan terimalah Dia dalam hidupmu dengan iman yang penuh. Kita butuh doa, per-sekutuan, dan pujian agar kita tetap dipulihkan. Amin (Zega)


Sunday, May 17, 2015

Kasih dan Kebenaran: Setali Tiga Uang

(Kisah Rasul 4:32-5:11)

Tidak sedikit orang percaya gagal dalam mempraktekkan kasih dan kebenaran, walaupun ada juga anak-anak Tuhan yang berusaha dan bersedia menghidupkan sikap yang mulia ini dalam hidupnya sehari-hari. Cukup rumit menggandengkan dan melakukan secara bersamaan dua hal; kasih dan kebenaran. Perlu direnungkan bersama-sama apakah kita dalam melakukan kasih terdapat unsur ke-benaran? Demikian sebaliknya, apakah kita dalam me-negakkan kebenaran terdapat unsur kasih? Kasih dan kebenaran adalah setali tiga uang; tidak bisa dipisahkan.
Bercermin dari Kitab Suci, khususnya tentang kenyataan hidup bergereja jemaat mula-mula. Memberikan gambaran yang menarik kepada kehidupan bergereja kita sekarang ber-kenaan dengan mempraktekkan kasih dan menegakkan kebenaran dalam kehidupan nyata. Dalam penuturan Lukas menegaskan secara gamblang kasih yang sangat indah terjalin dalam kehidupan jemaat mula-mula. Ayat 32 : … “mereka sehati dan sejiwa” – menunjukkan kualitas hubungan yang akrab dan indah. Bahkan dalam ayat-ayat selanjutnya kental diperbincangkan tentang kasih yang berkualitas dalam hidup kebersamaa mereka.
Tak terlupakan juga kisah yang orang yang menjual ladangnya adalah aksi nyata dari perbuatan kasih yang sejati. Yang pertama adalah Yusuf Barnabas; menjual ladangnya dan mempraktekkan kasih dan kebenaran dengan membawa uangnya di depan kaki rasul-rasul (ayat. 37). Tetapi yang lain adalah keluarga Ananias dan Safira; juga menjual ladangnya namun mereka sepakat (ayat.2) untuk menahan sebagian dari hasil penjualan lading tersebut.           Akibatnya fatal…!!! Ketika Petrus menegurnya, mereka berdua mati. Mengapa? Karena me-reka tidak hanya mendustai manusia tetapi juga mendustai Tuhan. Oleh karena itu kasih dan kebenaran harus terlaksana dalam hidup kita dengan kompak dan tak terpisahkan. Selamat mempraktekkannya. Amin  # Pdt. Sumardi Setrakarya, M.Th